Sejak PSSI dibekukan pemerintah melalui Kemenpora pada tahun kemaren April 2015, secara resmi sudah dilaksanakan tiga turnamen, Piala Kemerdekaan, Piala Presiden dan Piala Jenderal Sudirman yang saat ini masih berlangsung.
Sesuai keputusan Kemenpora, Imam Nahrowi, ketiga ajang turnamen tersebut harus terlebih dahulu melewati pintu “Tim Transisi” bentukan pemerintah, bila tidak ada surat rekomendasi dari Tim Trasisi, maka tanpa berpikir panjang BOPI akan menolak setiap proposal yang masuk. Dan hal tersebut seperti yang dialami oleh PT. Liga Indonesia beberapa hari yang lalu.
Liga Indonesia bersama klub ISL dan Divisi Utama dst, berniat mengadakan turnamen jangka panjang sesuai masing-masing level. Selanjutnya PT. Liga Indonesia pada tanggal 28 Desember 2015 mengajukan surat permohonan izin ke BOPI terkait niat turnamen tersebut. Namun karena rencana PT. Liga Indonesia ini tidak melibatkan Tim Transisi bentukan pemerintah, maka jawabannya sangat mudah didapat, yaitu BOPI mengirim surat balasan dengan “Menolak memberikan rekomendasi”. Menurut BOPI, PT. Liga Indonesia seharusnya melakukan koordinasi dengan Tim Transisi dan bukan dengan PSSI yang dalam status dibekukan pemerintah.
Liga Indonesia mempunyai argument yang sangat jelas “Kenapa tidak melakukan koordinasi dengan Tim Transisi”, karena PT. Liga Indonesia dan klub-klub ISL dan dst merasa PSSI adalah induknya, dan nama PSSI masih tercatat jelas sebagai anggota FIFA, walaupun dalam status sanksi.
Tim Transisi juga merasa benar karena berdasarkan keputusan Kemenpora dengan tugas mengambil alih peran PSSI selama dalam dibekukan pemerintah.
Sementara PSSI sama, juga merasa benar dan kuat karena, walaupun dalam status sanksi FIFA masih sah sebagai anggota FIFA, dan di FIFA tidak tertulis ada nama Tim Transisi sebagai Plt PSSI.
Selagi ada kata merasa yang paling “Benar”, maka dapat dipastikan akan sulit menemui titik temu, dan korban yang paling terdepan adalah pelaku utama lapangan hijau, yaitu pemain. Sayangnya pemain hanya bisa mengeluh tanpa melakukan tindakan nyata yang sedikit banyak bisa membuat PSSI dan Tim Transisi bisa merenung, bahkan APPI yang masuk di Komite Ad-Hoc sepertinya setengah hati ketika hanya mengutus perwakilan saja tanpa ada nama Bambang Pamungkas seperti dalam keputusan APPI sendiri.
Selanjutnya bagaimana dengan ITC pemain?
Sertifikat Transfer Internasional atau kerennya International Transfer Certificate (ITC) dikeluarkan oleh klub dan federasi dinegara tempat pemain bermain sebelumnya, normalnya tanpa ada ITC pemain tidak akan bisa bermain diluar negeri.
Dalam keadaan disanksi FIFA, seharusnya federasi sepakbola Indonesia (PSSI), tidak bisa mengeluarkan ITC bagi pemain Indonesia yang ingin bermain di luar negeri, namun setelah melakukan komunikasi dengan AFC dan FIFA, badan sepakbola Asia dan Dunia tersebut masih mengizinkan pesepakbola Indonesia main di klub luar negeri, artinya walaupun dalam status sanksi FIFA, PSSI masih bisa mengeluarkan ITC bagi pemain Indonesia yang ingin bermain di klub luar negeri.
Dimana letak rancuhnya?