Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Amerika Akan Stop Bantuan Obat HIV, Malaria dan TBC, Apa Dampaknya untuk Indonesia?

1 Februari 2025   07:54 Diperbarui: 1 Februari 2025   07:54 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di daerah endemis malaria seperti Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku, penghentian bantuan juga bisa menjadi bencana. Program penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (indoor residual spraying) dan distribusi kelambu berinsektisida yang efektif menekan angka penularan malaria sangat bergantung pada dana bantuan. Tanpa intervensi ini, risiko ledakan kasus malaria menjadi sangat tinggi, terutama di wilayah terpencil dengan akses terbatas ke fasilitas kesehatan.

Respon Pemerintah Indonesia, Siapkah Kita?

Menghadapi ancaman ini, pemerintah Indonesia tidak bisa berdiam diri. Beberapa langkah strategis harus diambil untuk memastikan bahwa penghentian bantuan tidak berubah menjadi bencana nasional. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mencari sumber pendanaan alternatif. Diversifikasi mitra internasional menjadi langkah penting, seperti memperkuat kerja sama dengan Uni Eropa, Jepang, atau organisasi multilateral seperti WHO dan UNICEF.

Namun, mengandalkan bantuan luar negeri semata bukan solusi jangka panjang. Indonesia harus memperkuat ketahanan sistem kesehatan nasional, termasuk meningkatkan anggaran kesehatan dalam APBN, memperbaiki manajemen distribusi obat, serta mendorong efisiensi program kesehatan yang ada. Ini termasuk memastikan bahwa dana yang ada digunakan secara transparan dan efektif, tanpa kebocoran yang bisa mengurangi dampak program.

Selain itu, penguatan produksi obat dalam negeri menjadi prioritas. Dengan mendorong industri farmasi lokal untuk memproduksi ARV, obat anti-TBC, dan obat anti-malaria, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada impor. Tentu saja, ini membutuhkan investasi besar dalam riset, pengembangan, dan infrastruktur, tetapi langkah ini adalah investasi untuk masa depan yang lebih mandiri.

Peran Masyarakat Sipil

Krisis kesehatan bukan hanya urusan pemerintah. Masyarakat sipil, organisasi non-pemerintah (NGO), dan komunitas lokal memiliki peran penting dalam memastikan bahwa hak atas kesehatan tetap terjaga. Advokasi untuk mempertahankan pendanaan kesehatan global, kampanye kesadaran tentang pentingnya pencegahan penyakit, hingga upaya penggalangan dana lokal bisa menjadi bagian dari solusi.

Keterlibatan komunitas juga penting dalam mendeteksi dini kasus penyakit, memberikan edukasi kepada masyarakat, dan memastikan bahwa mereka yang membutuhkan pengobatan tidak terpinggirkan. Ini bukan hanya soal obat-obatan, tetapi tentang membangun sistem yang tahan terhadap guncangan, baik dari faktor internal maupun eksternal.

Apa Pelajaran yang Bisa Diambil?

Keputusan Amerika ini adalah pengingat keras bahwa ketergantungan berlebihan pada bantuan luar negeri adalah risiko besar. Indonesia harus belajar untuk membangun sistem kesehatan yang lebih mandiri dan berkelanjutan. Ini tidak hanya berarti memiliki dana yang cukup, tetapi juga memastikan ada infrastruktur, SDM, dan kebijakan yang mendukung layanan kesehatan universal.

Selain itu, krisis ini membuka peluang untuk inovasi di sektor kesehatan. Mulai dari pemanfaatan teknologi digital untuk pelacakan kasus penyakit, pengembangan vaksin dan obat lokal, hingga model pembiayaan kesehatan baru yang lebih inklusif dan efisien. Tantangan ini, jika dihadapi dengan strategi yang tepat, justru bisa menjadi momentum untuk transformasi sistem kesehatan nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun