Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengulik Dampak Polusi Suara Terhadap Lingkungan dan Kesehatan

30 Januari 2025   15:48 Diperbarui: 30 Januari 2025   15:48 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Menahan Kebisingan Dok Kompas.com (Shutterstock) 

Bayangkan kamu sedang menikmati sore yang tenang di taman kota, meresapi udara segar, dan mendengarkan suara burung berkicau. Namun, tiba-tiba suasana berubah. Bunyi klakson mobil bersahut-sahutan, suara mesin konstruksi menderu tanpa henti, dan deru kendaraan bermotor membanjiri telinga. Dalam sekejap, kedamaian sirna, tergantikan oleh kebisingan yang mengganggu. Inilah yang disebut polusi suara, bentuk pencemaran yang sering kali luput dari perhatian tetapi memiliki dampak besar bagi lingkungan dan kesehatan manusia.

Banyak orang masih menganggap polusi suara sebagai sesuatu yang wajar, bagian dari dinamika kehidupan modern. Padahal, tanpa disadari, kebisingan yang berlebihan dapat memicu gangguan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis. Lebih dari itu, makhluk hidup lain di sekitar kita juga turut merasakan dampaknya. Maka, memahami apa itu polusi suara, bagaimana penyebabnya, serta efeknya terhadap lingkungan dan kehidupan manusia menjadi langkah penting dalam menciptakan ekosistem yang lebih sehat dan harmonis.

Polusi Suara, Ancaman Tak Terlihat di Sekitar Kita

Polusi suara didefinisikan sebagai pencemaran lingkungan akibat suara atau kebisingan yang berlebihan dan tidak diinginkan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), batas aman kebisingan bagi manusia adalah tidak lebih dari 85 desibel (dB) selama delapan jam sehari. Jika terpapar suara yang melebihi ambang batas ini dalam jangka waktu yang lama, dampaknya bisa sangat merugikan.

Secara umum, sumber polusi suara berasal dari aktivitas manusia, terutama di daerah perkotaan yang padat penduduk dan sarat dengan industri. Lalu lintas kendaraan menjadi salah satu penyumbang terbesar polusi suara, diikuti oleh aktivitas konstruksi, industri, pesawat terbang, hingga acara hiburan yang menggunakan pengeras suara dengan volume tinggi.

Namun, polusi suara bukan hanya persoalan perkotaan. Di lautan, mesin kapal, sonar militer, dan aktivitas eksplorasi bawah laut telah mengganggu kehidupan biota laut. Mamalia seperti paus dan lumba-lumba yang mengandalkan sonar alami untuk berkomunikasi dan bernavigasi mengalami disorientasi akibat kebisingan buatan manusia.

Dampak Polusi Suara terhadap Kesehatan Manusia

Polusi suara bukan sekadar gangguan telinga, tetapi juga memiliki implikasi serius terhadap kesehatan manusia. Salah satu efek langsung yang paling sering dirasakan adalah stres dan kelelahan. Ketika seseorang terus-menerus terpapar kebisingan yang tidak terkendali, sistem saraf simpatik dalam tubuh akan merespons dengan meningkatkan produksi hormon stres seperti kortisol dan adrenalin. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat memicu tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan gangguan metabolisme.

Selain itu, kebisingan yang berlebihan juga berdampak pada kualitas tidur. Tidur yang terganggu dapat menyebabkan kelelahan kronis, menurunkan daya konsentrasi, dan mengurangi produktivitas. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa individu yang tinggal di lingkungan dengan tingkat kebisingan tinggi lebih rentan mengalami gangguan psikologis seperti kecemasan dan depresi.

Gangguan pendengaran juga menjadi ancaman serius akibat polusi suara. Menurut penelitian dari National Institute on Deafness and Other Communication Disorders (NIDCD), paparan suara di atas 85 dB dalam waktu lama dapat menyebabkan kerusakan sel-sel rambut di koklea, bagian telinga yang bertanggung jawab dalam mengolah gelombang suara. Kerusakan ini bersifat permanen dan dapat berujung pada tuli sensorineural yang tidak dapat disembuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun