Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengenal Preeklamsia pada Kehamilan dan Cara Mencegahnya

14 Januari 2025   09:03 Diperbarui: 14 Januari 2025   09:03 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kehamilan.Pixabay.com/StockSnap 

Kehamilan adalah momen yang penuh harapan bagi setiap ibu. Di balik perjalanan yang penuh suka cita ini, ada risiko kesehatan yang perlu dipahami dengan baik, salah satunya adalah preeklamsia. Kondisi ini mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, tetapi dampaknya tidak boleh diabaikan. Preeklamsia bukan hanya ancaman bagi ibu, tetapi juga bagi bayi yang sedang dikandung.

Untuk memastikan kehamilan yang sehat, penting untuk memahami apa itu preeklamsia, apa yang menjadi penyebabnya, bagaimana gejalanya muncul, dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegahnya. Artikel ini akan menjelaskan preeklamsia secara mendalam, sehingga memberikan wawasan yang lebih komprehensif bagi setiap ibu hamil dan keluarga yang mendukung mereka.

Apa Itu Preeklamsia?

Preeklamsia adalah komplikasi kehamilan yang sering terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu. Kondisi ini ditandai dengan peningkatan tekanan darah yang signifikan dan sering disertai dengan tanda kerusakan organ, seperti pada ginjal dan hati. Diagnosis preeklamsia sering kali ditegakkan jika tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih, ditambah dengan adanya protein dalam urin, yang dikenal dengan istilah proteinuria.

Namun, preeklamsia tidak hanya soal tekanan darah dan proteinuria. Pada kasus yang lebih serius, preeklamsia dapat memengaruhi fungsi otak, menyebabkan kejang (disebut eklampsia), gangguan penglihatan, hingga komplikasi yang berakibat fatal. Kondisi ini juga dapat menghambat pertumbuhan janin karena aliran darah ke plasenta terganggu.

Meski prevalensinya tidak setinggi komplikasi kehamilan lainnya, preeklamsia tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian ibu dan bayi, terutama di negara berkembang. Oleh karena itu, mengenal kondisi ini secara menyeluruh sangatlah penting untuk mencegah risiko yang lebih besar.

Faktor Risiko dan Penyebab Preeklamsia

Preeklamsia tidak terjadi begitu saja. Meskipun penyebab pastinya belum diketahui secara pasti, para ahli kesehatan percaya bahwa kondisi ini berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta. Plasenta, yang seharusnya mendukung pertumbuhan janin dengan memasok oksigen dan nutrisi, mengalami gangguan dalam proses pembentukannya. Hal ini menyebabkan pembuluh darah yang menuju ke plasenta tidak berkembang dengan sempurna, sehingga aliran darah menjadi tidak optimal.

Selain itu, ada beberapa faktor risiko yang diketahui dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya preeklamsia. Misalnya, wanita yang memiliki riwayat tekanan darah tinggi atau penyakit ginjal sebelumnya cenderung lebih rentan. Kehamilan pertama juga sering dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi, karena tubuh ibu belum pernah mengalami perubahan fisiologis yang terjadi selama kehamilan.

Faktor lain yang juga berkontribusi meliputi usia ibu, terutama jika kehamilan terjadi di bawah usia 20 tahun atau di atas 40 tahun, obesitas, diabetes, dan kehamilan dengan bayi kembar. Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklamsia juga menjadi sinyal peringatan untuk meningkatkan kewaspadaan.

Gejala yang Perlu Diwaspadai

Preeklamsia sering disebut sebagai "penyakit diam-diam" karena gejalanya tidak selalu muncul pada tahap awal. Pada beberapa kasus, tekanan darah tinggi menjadi satu-satunya indikator. Namun, jika kondisi ini berkembang, gejala lain yang lebih serius dapat muncul.

Misalnya, kamu mungkin merasa sakit kepala yang tidak kunjung reda meskipun sudah minum obat. Pembengkakan di wajah, tangan, dan kaki juga bisa menjadi tanda, terutama jika pembengkakan ini terasa tidak wajar. Gangguan penglihatan, seperti pandangan kabur atau munculnya bintik-bintik cahaya, adalah gejala lain yang menunjukkan bahwa kondisi ini mungkin sudah memengaruhi otak.

Salah satu gejala yang lebih spesifik adalah nyeri di bagian perut atas, terutama di bawah tulang rusuk sebelah kanan. Ini sering kali disebabkan oleh gangguan pada hati, yang merupakan salah satu organ yang paling sering terdampak preeklamsia. Jika kamu merasakan gejala-gejala ini, penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter.

Dampak Preeklamsia pada Ibu dan Bayi

Preeklamsia tidak hanya berdampak pada kesehatan ibu, tetapi juga membawa risiko besar bagi janin yang dikandung. Pada ibu, komplikasi serius seperti eklampsia, stroke, kerusakan organ, hingga sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated Liver enzymes, Low Platelets) dapat terjadi. Kondisi ini berpotensi mengancam nyawa jika tidak ditangani dengan baik.

Bagi bayi, preeklamsia dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan intrauterin karena aliran darah ke plasenta terganggu. Ini berarti bayi mungkin lahir dengan berat badan rendah atau bahkan prematur, yang dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan jangka panjang. Dalam kasus yang paling parah, preeklamsia dapat menyebabkan kematian janin. Data menunjukkan bahwa preeklamsia menjadi salah satu penyebab utama kelahiran prematur di seluruh dunia.

Pencegahan dan Penanganan Preeklamsia

Mencegah preeklamsia mungkin tidak selalu memungkinkan, terutama jika kamu memiliki faktor risiko yang tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga atau usia. Namun, ada banyak langkah yang dapat diambil untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kondisi ini.

Pertama dan yang paling penting adalah menjalani pemeriksaan kehamilan secara rutin. Pemeriksaan ini memungkinkan dokter untuk memantau tekanan darah dan kondisi kesehatan kamu secara keseluruhan. Deteksi dini adalah kunci untuk mengendalikan preeklamsia sebelum berkembang menjadi komplikasi yang lebih serius.

Selain itu, menjaga gaya hidup sehat selama kehamilan sangat penting. Pola makan yang seimbang, dengan asupan gizi yang mencukupi, membantu tubuh kamu tetap kuat dan mendukung kesehatan janin. Hindari makanan yang tinggi garam, gula, dan lemak jenuh, karena dapat memengaruhi tekanan darah.

Olahraga ringan seperti berjalan kaki atau yoga prenatal juga dapat membantu menjaga berat badan ideal dan meningkatkan sirkulasi darah. Bagi ibu hamil dengan risiko tinggi, dokter mungkin merekomendasikan suplemen seperti kalsium atau aspirin dosis rendah untuk mencegah preeklamsia.

Jika preeklamsia sudah terdiagnosis, penanganan medis akan bergantung pada tingkat keparahan kondisi dan usia kehamilan. Pada kasus ringan, istirahat dan pemantauan ketat mungkin cukup untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi hingga usia kehamilan cukup bulan. Namun, jika kondisi semakin parah, persalinan mungkin menjadi satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dan bayi.

Bukti dan Fakta Pendukung

Berbagai penelitian telah menunjukkan pentingnya deteksi dini dan gaya hidup sehat dalam mencegah preeklamsia. Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal American Journal of Obstetrics & Gynecology menunjukkan bahwa ibu yang rutin menjalani pemeriksaan antenatal memiliki peluang lebih besar untuk mendeteksi preeklamsia pada tahap awal. Penelitian lain dari The Lancet menyebutkan bahwa konsumsi kalsium selama kehamilan secara signifikan mengurangi risiko preeklamsia, terutama pada ibu dengan asupan kalsium rendah.

Selain itu, data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa preeklamsia menyumbang 14% dari kematian ibu di seluruh dunia. Fakta ini mempertegas pentingnya upaya pencegahan dan edukasi bagi ibu hamil.

Kesimpulan

Preeklamsia adalah ancaman nyata yang harus dipahami oleh setiap ibu hamil. Dengan pengetahuan yang memadai, kamu bisa mengenali gejala, memahami faktor risiko, dan mengambil langkah pencegahan yang tepat. Jangan pernah ragu untuk berkonsultasi dengan dokter jika ada tanda-tanda yang mencurigakan selama kehamilan. Kehamilan yang sehat tidak hanya bergantung pada keberuntungan, tetapi juga pada kesadaran dan usaha untuk menjaga kesehatan tubuh dan janin.

Semoga artikel ini memberikan wawasan yang berguna dan membantu kamu menjalani kehamilan yang aman dan bahagia. Ingatlah, kesehatanmu adalah investasi terbesar untuk masa depan sang buah hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun