Selain mencari perhatian, banyak orang curhat di media sosial karena ingin merasa terhubung dengan orang lain yang memiliki pengalaman serupa. Media sosial memungkinkan kita untuk menemukan komunitas atau individu yang mungkin pernah mengalami masalah yang sama, entah itu soal percintaan, pekerjaan, atau kesehatan mental.
Misalnya, seorang individu yang mengalami gangguan kecemasan mungkin merasa sulit berbicara secara langsung dengan teman-temannya tentang kondisinya. Namun, ketika ia memposting cerita tentang pengalamannya di media sosial, ia mungkin mendapatkan respons dari orang-orang yang pernah merasakan hal serupa. Rasa solidaritas ini bisa memberikan kenyamanan, bahkan mengurangi rasa kesepian yang dialami.
Studi yang diterbitkan oleh Pew Research Center menunjukkan bahwa media sosial sering digunakan oleh individu untuk mencari dukungan emosional. Interaksi ini memberikan rasa kebersamaan yang sulit ditemukan di dunia nyata, terutama bagi mereka yang merasa terisolasi atau tidak memiliki akses ke lingkungan sosial yang mendukung.
Perubahan Budaya dalam Menyampaikan Emosi
Di masa lalu, curhat biasanya dilakukan melalui percakapan tatap muka atau menulis di buku harian. Namun, perubahan budaya akibat digitalisasi telah menggeser cara kita mengekspresikan emosi. Media sosial menawarkan kecepatan dan aksesibilitas yang tidak dimiliki metode konvensional.
Ketika kamu merasa sedih atau frustrasi, kamu tidak perlu lagi menunggu hingga bertemu teman untuk berbagi cerita. Dengan beberapa ketukan di layar ponsel, perasaanmu sudah dapat diketahui oleh ratusan atau bahkan ribuan orang. Kemudahan ini, meskipun praktis, memiliki konsekuensi yang sering kali tidak dipertimbangkan.
Misalnya, ketika kamu memposting sesuatu dalam keadaan emosional, ada kemungkinan besar kamu akan menyesalinya di kemudian hari. Informasi yang sudah terlanjur tersebar di media sosial sulit dihapus sepenuhnya. Selain itu, kamu juga menghadapi risiko pelanggaran privasi atau bahkan penyalahgunaan informasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Risiko Sosial dan Psikologis dari Curhat di Media Sosial
Meskipun curhat di media sosial memiliki manfaat, seperti mengurangi stres dan mendapatkan dukungan emosional, hal ini juga membawa risiko yang tidak bisa diabaikan. Salah satu risiko utamanya adalah hilangnya privasi.
Ketika kamu membagikan masalah pribadi di media sosial, kamu tidak hanya mengundang simpati, tetapi juga membuka diri terhadap kritik atau penilaian negatif dari orang lain. Bahkan, ada kalanya curhat tersebut menjadi bahan gosip atau memicu konflik, terutama jika menyangkut pihak lain yang merasa keberatan dengan apa yang kamu bagikan.
Dari sisi psikologis, kebiasaan curhat di media sosial juga dapat memengaruhi kesehatan mental. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking menemukan bahwa terlalu sering menggunakan media sosial untuk mencurahkan isi hati dapat meningkatkan risiko depresi dan kecemasan. Hal ini disebabkan oleh paparan berlebihan terhadap komentar negatif, perbandingan sosial, serta ketergantungan pada validasi dari orang lain.