Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Indonesia Belum Mampu Bersaing Secara Global?

10 Januari 2025   15:51 Diperbarui: 10 Januari 2025   15:51 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai contoh, laporan dari McKinsey Global Institute (2020) memperkirakan bahwa pada 2030, Indonesia membutuhkan setidaknya 9 juta tenaga kerja dengan keterampilan digital untuk mendukung transformasi ekonomi digital. Namun, tanpa adanya pelatihan dan program pengembangan keterampilan yang memadai, kebutuhan ini sulit terpenuhi.

Program pelatihan kerja yang disediakan pemerintah dan sektor swasta sering kali bersifat sporadis dan tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Akibatnya, banyak lulusan pendidikan formal yang menganggur karena keterampilan mereka tidak sesuai dengan permintaan pasar kerja.

Bahasa Asing dan Hambatan Komunikasi Global

Bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, adalah alat komunikasi utama dalam dunia kerja global. Namun, penguasaan bahasa Inggris di Indonesia masih tergolong rendah. EF English Proficiency Index 2022 menempatkan Indonesia di peringkat ke-81 dari 111 negara dalam hal kemampuan bahasa Inggris.

Kemampuan berbahasa asing yang rendah ini membatasi akses tenaga kerja Indonesia ke pasar global. Banyak perusahaan multinasional yang enggan merekrut tenaga kerja lokal karena kendala bahasa yang menghambat komunikasi. Selain itu, kesempatan untuk bekerja atau belajar di luar negeri juga menjadi terbatas.

Budaya Kerja yang Kurang Kompetitif

Selain faktor teknis, mentalitas dan budaya kerja juga memegang peranan penting dalam menentukan daya saing SDM. Di Indonesia, budaya kerja sering kali dianggap kurang efisien dan produktif. Beberapa faktor seperti jam kerja yang panjang namun tidak efektif, pola pikir yang enggan berinovasi, serta rendahnya semangat kolaborasi menjadi hambatan besar.

Budaya kerja ini sering kali dipengaruhi oleh kebiasaan turun-temurun yang sulit diubah. Misalnya, banyak pekerja yang masih mengandalkan otoritas atasan untuk membuat keputusan, tanpa inisiatif untuk berpikir mandiri. Dalam konteks global, pola pikir semacam ini membuat tenaga kerja Indonesia sulit bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain yang lebih progresif.

Bukti Nyata Ketertinggalan di Panggung Global

Ketertinggalan SDM Indonesia dalam persaingan global dapat dilihat dari berbagai indikator. Dalam laporan Global Talent Competitiveness Index (GTCI) 2022, Indonesia berada di peringkat ke-67 dari 133 negara. Laporan ini mengevaluasi kemampuan negara dalam menarik, mengembangkan, dan mempertahankan talenta berbakat.

Lebih jauh lagi, Indonesia juga menghadapi tantangan dalam meningkatkan jumlah inovasi dan teknologi. Indeks Inovasi Global 2022 menempatkan Indonesia di peringkat ke-75 dari 132 negara, jauh di bawah Singapura (peringkat 7) dan Malaysia (peringkat 36). Rendahnya peringkat ini mencerminkan bahwa Indonesia masih kesulitan menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan inovasi dan teknologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun