Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masalah Kecemasan Menghantui Remeja

9 Januari 2025   17:57 Diperbarui: 9 Januari 2025   17:57 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kecemasan Pada Remaja.Freepik.com

Di Indonesia, tren serupa juga terjadi. Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa lebih dari 90% pengguna internet di kalangan remaja menggunakan media sosial setiap hari. Paparan ini, meskipun memberikan manfaat tertentu, juga dapat menjadi bumerang jika tidak disertai edukasi yang tepat.

Tekanan Akademik dan Harapan yang Terlampau Tinggi

Selain media sosial, tekanan akademik juga menjadi penyumbang utama kecemasan pada remaja. Sistem pendidikan yang kompetitif sering kali membuat remaja merasa harus selalu berada di puncak untuk dianggap berhasil. Ekspektasi yang tinggi dari orang tua, guru, atau bahkan diri sendiri dapat menjadi beban berat yang sulit mereka tanggung.

Banyak remaja merasa bahwa nilai ujian atau pencapaian akademik mereka adalah satu-satunya indikator kesuksesan. Tekanan ini sering kali diperburuk oleh budaya membandingkan anak dengan teman sebayanya. Akibatnya, remaja yang mungkin memiliki potensi di bidang lain merasa tidak cukup baik hanya karena tidak unggul di akademik.

Tekanan semacam ini dapat menyebabkan remaja mengalami burnout atau kelelahan emosional. Sebuah studi oleh Journal of Youth and Adolescence menemukan bahwa remaja yang terlalu banyak menghadapi tekanan akademik lebih rentan terhadap gangguan kecemasan dan depresi. Hal ini menunjukkan bahwa harapan yang terlalu tinggi, jika tidak diimbangi dengan dukungan emosional, justru dapat menghancurkan keseimbangan mental mereka.

Keluarga dan Lingkungan yang Tidak Mendukung

Lingkungan keluarga yang tidak mendukung juga berperan besar dalam memperburuk kecemasan remaja. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa pola asuh mereka dapat berdampak pada kesehatan mental anak. Misalnya, kritik berlebihan, kurangnya komunikasi yang sehat, atau bahkan tuntutan yang tidak realistis dapat membuat remaja merasa tidak dihargai.

Selain itu, stigma terhadap masalah kesehatan mental di masyarakat juga menjadi hambatan besar. Masih banyak keluarga yang menganggap kecemasan sebagai bentuk kelemahan, sehingga remaja merasa malu untuk berbicara tentang apa yang mereka rasakan.

Dalam beberapa kasus, remaja bahkan merasa terisolasi karena tidak mendapatkan dukungan emosional yang memadai dari orang terdekat. Mereka takut dihakimi atau dianggap berlebihan, sehingga memilih untuk menyimpan semuanya sendiri.

Dampak Serius Kecemasan pada Kehidupan Remaja

Kecemasan yang tidak ditangani dapat memberikan dampak serius pada berbagai aspek kehidupan remaja. Salah satunya adalah gangguan dalam proses belajar. Remaja yang mengalami kecemasan cenderung sulit berkonsentrasi, sering kali merasa tidak termotivasi, dan bahkan memiliki performa akademik yang menurun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun