Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Presidential Threshold Dihapus, Kabar Baik untuk Demokrasi Indonesia?

3 Januari 2025   07:07 Diperbarui: 3 Januari 2025   08:17 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sidang Mahkama Konsitusi.(KOMPAS.com/NIRMALA MAULANA A)

Presidential Threshold dan Ketimpangan Demokrasi

Ketimpangan dalam demokrasi yang diakibatkan oleh presidential threshold sangat terasa ketika melihat perolehan suara partai politik dalam pemilu. Data menunjukkan bahwa hanya partai besar atau koalisi yang memenuhi ambang batas yang memiliki peluang mencalonkan presiden. Pada Pemilu 2019, misalnya, hanya dua pasangan calon yang berhasil maju ke pemilu presiden, yaitu Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Keterbatasan ini bukan hanya soal jumlah, tetapi juga soal kualitas pilihan yang tersedia bagi rakyat. Ketika hanya ada dua atau tiga pasangan calon yang maju, pilihan rakyat menjadi terbatas. Pemilih sering kali harus memilih berdasarkan kalkulasi pragmatis, bukan karena merasa benar-benar terwakili oleh visi dan program kandidat.

Fenomena ini mencederai prinsip utama demokrasi, yaitu kesetaraan dalam partisipasi politik. Suara rakyat yang memilih partai kecil atau calon independen pada akhirnya menjadi tidak bermakna, karena partai-partai tersebut tidak memiliki kapasitas untuk mencalonkan pemimpin di tingkat nasional.

Mengapa Penghapusan Presidential Threshold Penting?

Penghapusan presidential threshold dapat membuka ruang demokrasi yang lebih inklusif dan adil. Tanpa aturan ini, setiap partai atau individu yang memenuhi syarat administratif dapat mencalonkan diri sebagai presiden. Ini berarti rakyat memiliki lebih banyak pilihan, dan proses demokrasi menjadi lebih representatif.

Ketika pilihan yang tersedia lebih beragam, rakyat dapat memilih pemimpin berdasarkan visi, misi, dan kualitas pribadi, bukan semata-mata karena keterpaksaan atau ketiadaan alternatif. Hal ini tidak hanya meningkatkan kualitas demokrasi, tetapi juga mendorong regenerasi kepemimpinan yang lebih sehat.

Penghapusan presidential threshold juga akan mengikis dominasi oligarki politik. Kandidat yang muncul tidak lagi hanya berasal dari kalangan elit, tetapi juga dari individu-individu yang memiliki kapasitas dan integritas untuk memimpin, terlepas dari latar belakang partai atau finansial mereka.

Bukti dari Negara Lain

Dalam konteks internasional, banyak negara yang berhasil menerapkan sistem demokrasi tanpa ambang batas pencalonan presiden. Amerika Serikat, misalnya, memungkinkan setiap individu yang memenuhi syarat untuk mencalonkan diri melalui mekanisme partai atau independen. Sistem ini memberikan peluang bagi munculnya pemimpin dengan latar belakang yang beragam, mulai dari pengusaha hingga politisi karier.

Negara-negara seperti Prancis dan Brasil juga memiliki aturan yang lebih inklusif dalam pencalonan presiden. Hasilnya, pemilu di negara-negara ini sering kali mencerminkan keberagaman aspirasi rakyat, dengan kandidat yang datang dari berbagai latar belakang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun