Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ujian Nasional Alat Ukur Kualitas Pendidikan atau Malah Jadi Penghambat?

2 Januari 2025   09:03 Diperbarui: 2 Januari 2025   09:03 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ujian Nasioanl.Pixabay.com/F1Digitals 

Ujian Nasional (UN) telah menjadi salah satu tonggak utama dalam sistem pendidikan Indonesia sejak pertama kali diperkenalkan. Sebagai evaluasi skala besar yang bertujuan mengukur keberhasilan belajar siswa di seluruh negeri, UN sering dianggap sebagai parameter utama dalam menentukan kualitas pendidikan. Namun, apakah ujian ini benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya? Ataukah UN justru menjadi kendala yang membatasi ruang gerak siswa dan guru dalam mengembangkan potensi mereka secara maksimal?

Penting untuk memahami bahwa pendidikan adalah fondasi utama pembangunan bangsa. Oleh karena itu, sistem evaluasi pendidikan, termasuk UN, memegang peran yang sangat krusial. Namun, dalam praktiknya, UN kerap menimbulkan polemik. Dari segi teknis hingga filosofis, berbagai persoalan muncul, mulai dari kesenjangan antarwilayah, tekanan psikologis, hingga dampak negatif pada pendekatan pengajaran. Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai dilema UN sebagai alat ukur kualitas pendidikan di Indonesia.

Fungsi Ideal Ujian Nasional

Secara teori, UN dirancang untuk menjadi alat yang objektif dalam mengukur pencapaian akademik siswa. Dengan sistem ini, pemerintah memiliki data yang terstandarisasi untuk mengevaluasi keberhasilan kurikulum, kualitas guru, serta efektivitas metode pengajaran di sekolah-sekolah. Hasil UN juga dianggap dapat membantu pemerintah mengidentifikasi kesenjangan pendidikan antarwilayah dan merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran.

Sebagai contoh, data hasil UN sering menunjukkan bahwa siswa di kota-kota besar cenderung memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan siswa di daerah pedalaman atau terpencil. Informasi ini seharusnya mendorong upaya pemerataan kualitas pendidikan, seperti meningkatkan pelatihan guru di daerah tertinggal atau menyediakan infrastruktur pendidikan yang lebih memadai.

Namun, realitas di lapangan sering kali tidak sesuai dengan tujuan ideal tersebut. Alih-alih menjadi alat yang mendorong perbaikan, UN kerap menjadi sumber tekanan yang membebani siswa, guru, dan bahkan orang tua.

Tekanan Psikologis dan Dampaknya pada Siswa

Bagi banyak siswa, UN adalah momok yang menakutkan. Sistem penilaian yang berpusat pada hasil ujian akhir membuat siswa merasa terjebak dalam situasi "hidup atau mati". Kesuksesan diukur hanya dari seberapa baik mereka menjawab soal dalam waktu yang terbatas, tanpa mempertimbangkan proses belajar yang telah mereka lalui selama bertahun-tahun.

Tidak sedikit siswa yang mengalami stres berat hingga gangguan kecemasan menjelang pelaksanaan UN. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tekanan psikologis ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental siswa, seperti munculnya insomnia, kehilangan nafsu makan, hingga depresi.

Tekanan semacam ini sering kali diperparah oleh ekspektasi tinggi dari orang tua. Dalam budaya pendidikan di Indonesia, nilai UN dianggap sebagai simbol kesuksesan yang tidak hanya mencerminkan kemampuan akademik siswa, tetapi juga prestise keluarga. Akibatnya, siswa dipaksa untuk belajar dengan intensitas yang tidak sehat, terkadang bahkan mengorbankan waktu istirahat dan kegiatan lain yang penting untuk perkembangan emosional mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun