Keadilan adalah salah satu nilai fundamental yang menjadi dasar kehidupan bermasyarakat. Kata ini mencerminkan harapan setiap individu untuk diperlakukan secara adil, mendapatkan hak yang setara, serta dijauhkan dari diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, realitas yang kita hadapi di negara ini menunjukkan bahwa keadilan semakin terasa seperti barang langka. Ia hadir hanya dalam slogan atau pidato resmi, tetapi jarang terlihat nyata di tengah masyarakat.
Fakta ini bisa dilihat melalui berbagai aspek kehidupan, mulai dari hukum, ekonomi, hingga politik. Dalam berbagai situasi, rakyat kecil sering kali menjadi pihak yang paling dirugikan. Ketimpangan, ketidakadilan hukum, serta diskriminasi sistemik menjadi gambaran nyata yang menunjukkan betapa sulitnya menemukan keadilan di negeri ini.
Ketimpangan Sosial Jurang yang Kian Melebar
Ketimpangan sosial di negara ini adalah cerminan nyata dari absennya keadilan. Data yang dirilis oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat ketimpangan yang tinggi. Gini Ratio indikator yang mengukur ketimpangan pendapatan masih menunjukkan angka yang mengkhawatirkan.
Dalam kehidupan sehari-hari, ketimpangan ini terlihat jelas. Sebagian besar kekayaan hanya berputar di tangan segelintir orang, sementara jutaan rakyat hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka kesulitan memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan pendidikan. Ironisnya, di sisi lain, kelompok kecil yang lebih kaya hidup dalam kemewahan yang mencolok.
Akses terhadap pendidikan yang layak juga menjadi persoalan besar. Anak-anak dari keluarga miskin sering kali terhambat untuk melanjutkan pendidikan karena biaya yang terlalu tinggi. Padahal, pendidikan adalah pintu utama untuk meningkatkan taraf hidup seseorang. Ketimpangan akses ini pada akhirnya melahirkan siklus kemiskinan yang sulit diputuskan.
Hukum yang Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas
Salah satu sektor yang paling sering menjadi sorotan adalah sistem hukum. Di negara ini, hukum seolah menjadi alat yang melayani kepentingan kelas tertentu, bukan sebagai penjaga keadilan yang netral. Pepatah "hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas" masih relevan hingga kini.
Banyak kasus yang memperlihatkan ketimpangan ini. Ketika seorang petani dipenjara karena mencuri buah di kebun demi menghidupi keluarganya, kasus ini langsung mendapat hukuman cepat dan tegas. Sebaliknya, para koruptor yang merampok uang dan merugikan negara miliaran rupiah kerap menerima hukuman ringan dan sangat tidak masuk akal. Tidak jarang pula mereka menikmati fasilitas mewah di dalam penjara, sesuatu yang jelas tidak bisa diakses oleh rakyat biasa.
Kasus-kasus seperti ini meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir bagi keadilan justru sering kali menjadi alat penindasan. Akibatnya, banyak rakyat kecil memilih untuk tidak melapor atau memperjuangkan hak mereka karena merasa sistem tidak akan berpihak pada mereka.