Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hidup Sederhana di Tengah Gemerlap Dunia

27 Desember 2024   15:37 Diperbarui: 27 Desember 2024   15:37 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hidup Sederhana. Dibuat Dengan Meta.AI

Di zaman modern yang penuh gemerlap, hidup sederhana sering dipandang sebagai konsep yang kuno atau bahkan tidak relevan. Media sosial, iklan, dan gaya hidup urban telah menciptakan dunia yang berlomba-lomba memamerkan kemewahan, kesuksesan materi, dan gaya hidup glamor. Namun, gemerlap dunia yang sering terlihat memukau ini kerap menyembunyikan sisi gelap: tekanan hidup yang tinggi, utang konsumtif, hingga perasaan kosong yang sulit diisi.

Hidup sederhana, yang berfokus pada kesadaran untuk menikmati esensi kehidupan tanpa terjebak dalam arus materialisme, menjadi pilihan yang semakin relevan. Di tengah kegilaan mengejar hal-hal duniawi, kesederhanaan adalah bentuk kebijaksanaan untuk menemukan makna hidup yang sesungguhnya. Tulisan ini akan mengupas lebih dalam mengapa hidup sederhana adalah solusi yang penuh makna dan bagaimana pola pikir ini mampu membawa kebahagiaan sejati di tengah derasnya arus kehidupan modern.

Kehidupan Modern yang Penuh Tekanan

Dalam dekade terakhir, globalisasi dan kemajuan teknologi membawa perubahan besar dalam cara manusia hidup. Segala hal kini bergerak cepat. Internet memungkinkan kita mengakses berbagai informasi dalam hitungan detik, sementara media sosial menjadi panggung utama untuk memamerkan pencapaian dan rutinitas yang dilakukan. Namun, semua ini tidak lepas dari konsekuensi serius bagi kesehatan mental dan sosial.

Sebuah survei yang dilakukan oleh American Psychological Association mengungkapkan bahwa tekanan sosial untuk mengikuti standar hidup tertentu, seperti memiliki barang mewah atau tampilan fisik sempurna, telah meningkatkan angka stres dan kecemasan pada generasi muda. Fenomena ini tidak hanya terjadi di negara maju, tetapi juga di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Tekanan ini diperparah dengan gaya hidup konsumtif yang membuat banyak orang terjebak dalam lingkaran utang. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa pinjaman konsumtif meningkat setiap tahunnya, sering kali digunakan untuk kebutuhan non-esensial seperti gadget terbaru atau liburan mewah. Hidup yang seharusnya menjadi perjalanan mencari kebahagiaan justru berubah menjadi perlombaan tanpa akhir yang melelahkan.

Kamu mungkin pernah merasa bahwa hidupmu penuh dengan rutinitas mengejar target dan keinginan tanpa jeda. Semakin banyak yang kamu miliki, semakin besar pula ekspektasi dan tekanan untuk mempertahankannya. Di sinilah hidup sederhana menawarkan solusi yang membebaskan: fokus pada hal-hal yang benar-benar penting dan bermakna.

Hidup Sederhana Bukan Kemiskinan, Melainkan Pilihan Bijak

Sering kali, konsep hidup sederhana disalahartikan sebagai hidup dalam keterbatasan atau kekurangan. Padahal, hidup sederhana lebih menekankan pada kesadaran akan nilai dan kebutuhan. Ini adalah soal memilih dengan bijak, bukan sekadar mengikuti arus atau standar yang ditetapkan orang lain.

Misalnya, seorang pengusaha sukses seperti Warren Buffett dikenal hidup sederhana meskipun memiliki kekayaan melimpah. Ia memilih tinggal di rumah yang sama selama puluhan tahun dan menghindari gaya hidup mewah. Apa yang dilakukan Buffett menjadi bukti bahwa kebahagiaan tidak ditentukan oleh jumlah harta, melainkan bagaimana kita memanfaatkannya untuk tujuan yang lebih besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun