Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Daddy Blues, Ketika Ayah Kesulitan Mengelola Kesehatan Mentalnya

20 Desember 2024   13:35 Diperbarui: 20 Desember 2024   13:46 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ayah dan Anak.Pixabay.com/DawnyellReese 

Daddy blues bukan hanya masalah pribadi yang memengaruhi ayah itu sendiri. Kondisi ini memiliki dampak yang luas pada keluarga. Ketika seorang ayah merasa tertekan, hal itu dapat memengaruhi cara ia berinteraksi dengan pasangan dan anak-anak. Misalnya, seorang ayah yang berada dalam kondisi emosional yang tidak stabil mungkin lebih sering marah, menarik diri dari percakapan, atau menjadi kurang terlibat dalam kegiatan keluarga.

Dampak ini juga dirasakan oleh anak-anak. Studi psikologi menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki hubungan dekat dengan ayah mereka cenderung memiliki perkembangan emosional yang lebih baik. Sebaliknya, ketika hubungan ini terganggu akibat daddy blues, anak-anak dapat mengalami masalah emosional, seperti kecemasan atau kesulitan dalam membangun hubungan dengan orang lain.

Lebih jauh lagi, hubungan antara pasangan juga berisiko terganggu. Pasangan yang merasa tidak mendapatkan dukungan emosional dari ayah sering kali merasa frustrasi atau kecewa. Hal ini dapat memicu konflik dalam rumah tangga, yang pada akhirnya memperburuk kondisi mental semua anggota keluarga.

Ayah yang Kehilangan Dirinya

Mari kita ambil sebuah ilustrasi cerita sebut saja Budi, seorang pria berusia 35 tahun, adalah seorang pekerja kantoran yang baru saja menjadi ayah. Awalnya, ia merasa senang menyambut kelahiran anak pertamanya. Namun, seiring waktu, Budi mulai merasa kewalahan. Ia harus bangun lebih awal untuk membantu mengganti popok, bekerja sepanjang hari, dan pulang ke rumah dengan harapan bisa membantu istrinya mengurus bayi. Hari-harinya penuh dengan rutinitas tanpa akhir, dan ia merasa kehilangan waktu untuk dirinya sendiri.

Budi mulai merasa tidak berguna ketika melihat istrinya lebih cekatan mengurus bayi, sementara ia sendiri sering merasa canggung. "Apa aku ini ayah yang buruk?" pikirnya setiap kali ia merasa tidak tahu apa yang harus dilakukan. Bukannya membicarakan perasaannya, Budi memilih memendam semuanya. Akibatnya, ia menjadi lebih sering marah dan menarik diri dari keluarganya. Konflik dengan istrinya pun semakin sering terjadi.

Apa yang dialami Budi adalah contoh klasik dari daddy blues. Jika dibiarkan, kondisi seperti ini bisa berkembang menjadi depresi yang lebih serius. Sayangnya, banyak ayah seperti Budi yang tidak tahu harus mencari bantuan ke mana.

Mengapa Penting Membahas Daddy Blues?

Kesehatan mental ayah adalah topik yang sangat penting, namun sering kali diabaikan. Jika kita hanya fokus pada kesehatan mental ibu, kita kehilangan setengah dari komponen keluarga yang juga berkontribusi besar terhadap kesejahteraan anak-anak. Ayah yang sehat secara mental dapat menjadi panutan yang baik, menciptakan hubungan yang positif, dan memberikan dukungan emosional yang dibutuhkan anak-anak.

Namun, untuk mendukung para ayah, kita harus terlebih dahulu menghapus stigma yang melekat pada isu kesehatan mental. Masyarakat perlu memahami bahwa tidak ada yang salah dengan merasa lelah atau stres. Bahkan, mengakui perasaan ini adalah langkah pertama menuju penyembuhan.

Langkah berikutnya adalah menciptakan ruang bagi para ayah untuk berbicara. Dukungan sosial memainkan peran besar dalam membantu seseorang menghadapi tekanan mental. Jika ayah memiliki tempat untuk berbagi pengalaman tanpa takut dihakimi, mereka akan lebih mudah untuk melepaskan beban yang mereka rasakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun