Di tengah dinamika kehidupan modern, sering kali kita mendengar cerita tentang perjuangan para ibu dalam menjalani peran mereka, mulai dari kehamilan hingga pengasuhan anak. Namun, jarang yang membahas apa yang dialami oleh ayah. Padahal, menjadi seorang ayah juga membawa perubahan besar dalam hidup, termasuk tekanan emosional dan mental yang sering kali tidak mereka sadari atau, bahkan jika disadari, sulit untuk diungkapkan. Fenomena ini dikenal sebagai daddy blues, sebuah istilah yang masih asing bagi banyak orang, namun memiliki dampak yang nyata terhadap kehidupan keluarga.
Mengurai Daddy Blues
Daddy blues adalah kondisi emosional yang terjadi pada ayah, khususnya setelah kelahiran anak atau saat menghadapi tantangan dalam pengasuhan. Banyak yang mengira stres semacam ini hanya dialami oleh ibu, seperti pada baby blues atau depresi pascamelahirkan. Namun, studi menunjukkan bahwa ayah juga rentan terhadap tekanan emosional ini. Sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Journal of Affective Disorders pada 2020 mengungkapkan bahwa sekitar 10% hingga 12% ayah mengalami gejala depresi atau kecemasan setelah kelahiran anak mereka.
Masalahnya, banyak ayah tidak menyadari bahwa apa yang mereka alami adalah bentuk tekanan psikologis. Mereka mungkin hanya merasa lebih cepat lelah, kurang sabar, atau kehilangan semangat dalam menjalani rutinitas. Tidak sedikit pula yang merasa terjebak antara tuntutan pekerjaan, ekspektasi keluarga, dan perubahan besar dalam kehidupan yang datang bersamaan.
Kamu mungkin bertanya, mengapa hal ini jarang dibahas? Jawabannya terletak pada stigma yang melekat pada konsep kesehatan mental, terutama pada laki-laki. Sebagai bagian dari norma masyarakat patriarki, laki-laki sering kali dianggap sebagai sosok yang harus kuat, tak tergoyahkan, dan jarang menunjukkan emosi. Ketika seorang ayah merasa lelah secara mental atau tertekan, mereka kerap memilih untuk memendam perasaan itu karena takut dianggap lemah.
Mengapa Ayah Rentan Mengalami Daddy Blues?
Ada banyak faktor yang memengaruhi kesehatan mental seorang ayah. Salah satunya adalah perubahan identitas. Ketika seorang pria menjadi ayah, ada pergeseran besar dalam cara ia melihat dirinya sendiri. Tiba-tiba, ia tidak hanya bertanggung jawab atas dirinya sendiri, tetapi juga terhadap keluarga kecil yang sangat bergantung padanya. Pergeseran ini sering kali membawa kebingungan dan ketakutan, terutama jika mereka merasa belum siap menghadapi tanggung jawab sebesar itu.
Tekanan finansial juga menjadi salah satu pemicu utama. Dalam banyak keluarga, ayah masih sering dipandang sebagai pencari nafkah utama. Hal ini menciptakan beban mental yang luar biasa, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi seperti saat pandemi atau krisis global lainnya. Ketika seorang ayah merasa gagal memenuhi kebutuhan finansial keluarga, rasa bersalah dan malu sering kali menghantui.
Selain itu, keterbatasan dukungan sosial juga memainkan peran penting. Ibu sering kali memiliki kelompok dukungan, seperti teman sesama ibu atau komunitas pengasuhan. Sementara itu, para ayah jarang memiliki ruang untuk berbagi pengalaman. Mereka merasa sendirian dalam menghadapi tantangan, yang akhirnya memperburuk rasa isolasi dan tekanan.
Dampak Daddy Blues pada Kehidupan Keluarga