Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, ancaman ini semakin terasa. Banyak tenaga kerja yang masih bergantung pada keterampilan manual dan semi-manual, yang mudah digantikan oleh mesin. Jika pemerintah dan sektor swasta tidak mempercepat program pelatihan ulang dan peningkatan keterampilan, pengangguran struktural akan menjadi masalah besar pada 2025.
Namun, sisi positifnya, teknologi juga menciptakan peluang baru. Perdagangan digital, layanan berbasis cloud, dan fintech telah membuka pasar yang sebelumnya sulit dijangkau. Di Indonesia, e-commerce berkembang pesat dengan pertumbuhan tahunan dua digit, memberikan harapan bahwa sektor ini bisa menjadi salah satu pilar ekonomi di masa depan.
Posisi Indonesia dalam Lanskap Ekonomi Global
Jika kita beralih ke konteks nasional, situasi Indonesia juga tidak lepas dari tantangan yang mengadang. Sebagai salah satu negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki peran strategis di kawasan. Namun, berbagai faktor domestik dan global turut memengaruhi stabilitas ekonomi dalam negeri.
Salah satu tantangan utama adalah beban utang pemerintah. Selama pandemi, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan dana besar untuk mendukung program pemulihan ekonomi. Meskipun langkah ini berhasil menahan dampak terburuk dari krisis, konsekuensinya adalah peningkatan utang negara. Pada 2024, rasio utang terhadap PDB Indonesia telah mendekati ambang batas 40%. Jika tidak dikelola dengan hati-hati, beban utang ini bisa menjadi bom waktu yang mengancam stabilitas fiskal pada 2025.
Selain itu, ketimpangan ekonomi antarwilayah masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Sebagian besar aktivitas ekonomi terkonsentrasi di Pulau Jawa, sementara wilayah lain seperti Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara masih tertinggal jauh. Ketimpangan ini tidak hanya mencerminkan ketidakadilan, tetapi juga berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Indonesia juga menghadapi risiko dari ketergantungan pada ekspor komoditas. Batu bara dan minyak kelapa sawit, dua komoditas utama yang menjadi tulang punggung ekspor Indonesia, sangat rentan terhadap fluktuasi harga global. Jika harga kedua komoditas ini anjlok pada 2025, dampaknya akan signifikan terhadap penerimaan negara dan perekonomian domestik.
Namun, tidak semua berita tentang Indonesia bersifat negatif. Ada juga potensi besar yang dapat menjadi sumber optimisme. Populasi muda Indonesia, yang mencapai lebih dari 60% dari total penduduk, adalah aset yang sangat berharga. Jika pemerintah mampu meningkatkan akses pendidikan dan pelatihan keterampilan, tenaga kerja muda ini dapat menjadi motor penggerak ekonomi di masa depan.
Digitalisasi juga menawarkan peluang besar. Selama beberapa tahun terakhir, sektor teknologi di Indonesia tumbuh pesat. Banyak perusahaan rintisan (startup) di bidang e-commerce, fintech, dan logistik berhasil menarik investasi besar dari dalam dan luar negeri. Jika tren ini berlanjut, digitalisasi dapat menjadi salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025.
Harapan di Tengah Ketidakpastian
Meskipun banyak tantangan, ekonomi global dan Indonesia tidak sepenuhnya berada di jalan gelap menuju 2025. Ada secercah harapan yang bisa kita pegang, terutama jika kita mampu mengambil langkah yang tepat.