Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Realita dimana Generasi Emas Dilabeli Remaja Jompo

18 Desember 2024   14:28 Diperbarui: 18 Desember 2024   14:28 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Remaja Jompo.Pixabay.com

Tekanan Hidup yang Kian Berat

Generasi Z tidak hanya menghadapi tantangan fisik, tetapi juga mental. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, mereka hidup di era dengan tekanan yang jauh lebih kompleks. Tuntutan akademik, persaingan di dunia kerja, hingga ekspektasi sosial yang dibangun melalui media sosial menjadi beban besar yang harus mereka pikul.

Media sosial, meski menawarkan hiburan dan koneksi, juga menjadi sumber tekanan yang tak terduga. Platform seperti Instagram atau TikTok sering kali menjadi arena pameran kesuksesan. Ketika melihat orang lain yang tampak selalu bahagia, produktif, dan sukses, banyak anak muda yang merasa tertinggal. Perasaan ini bisa memicu kecemasan, depresi, atau bahkan krisis identitas.

Selain itu, budaya kerja berlebihan atau hustle culture semakin memperparah keadaan. Generasi muda sering kali didorong untuk terus bekerja keras tanpa henti demi mencapai kesuksesan. Istilah seperti "no pain, no gain" menjadi mantra yang justru menormalisasi kelelahan. Padahal, tubuh dan pikiran manusia memiliki batas. Ketika tekanan ini terus-menerus dibiarkan, kelelahan fisik dan mental menjadi konsekuensi yang tak terhindarkan.

Benarkah Generasi Muda Lebih Cepat "Menua"?

Fenomena "remaja jompo" ini sering kali diasosiasikan dengan penuaan dini. Namun, apakah generasi muda saat ini benar-benar menua lebih cepat dibandingkan generasi sebelumnya?

Penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup modern memang dapat mempercepat proses penuaan biologis. Sebuah studi yang dilakukan oleh University of California mengungkapkan bahwa stres kronis dapat memengaruhi panjang telomere, yaitu struktur di ujung kromosom yang berperan dalam menentukan usia sel. Ketika telomere memendek lebih cepat akibat stres, proses penuaan biologis pun dipercepat.

Selain itu, paparan radikal bebas dari polusi udara, makanan tidak sehat, hingga penggunaan gawai yang berlebihan juga berkontribusi pada percepatan penuaan. Misalnya, paparan cahaya biru dari layar gawai diketahui dapat merusak struktur kulit dan menyebabkan penuaan dini.

Namun, penting untuk dicatat bahwa tidak semua keluhan yang dialami generasi muda sepenuhnya disebabkan oleh penuaan. Banyak di antaranya lebih berkaitan dengan pola hidup dan manajemen stres yang buruk. Dengan kata lain, meski istilah "remaja jompo" terdengar relevan, masalah ini sebenarnya bisa diatasi dengan perubahan gaya hidup.

Dampak Jangka Panjang terhadap Masa Depan Bangsa

Fenomena ini tidak boleh dianggap remeh. Jika dibiarkan, generasi muda yang terus merasa "jompo" bisa berdampak buruk pada masa depan bangsa. Mereka adalah tulang punggung pembangunan, terutama dalam menghadapi bonus demografi yang diproyeksikan mencapai puncaknya pada tahun 2030.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun