Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perjalanan Menemukan Kedamaian di Tengah Kegelisahan

16 Desember 2024   18:43 Diperbarui: 16 Desember 2024   18:43 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustasi Meditasi.ChatGPT.com

Dalam kehidupan, kita sering kali terjebak dalam pusaran kegelisahan yang terasa tak berujung. Tekanan dari berbagai sisi pekerjaan, keluarga, hingga harapan masyarakat menggiring kita pada situasi yang membuat dada terasa sesak. Pikiran terus melayang ke hal-hal yang belum pasti, memupuk rasa cemas yang pada akhirnya melumpuhkan. Namun, benarkah kegelisahan ini tak dapat diredakan? Apakah kedamaian hanya menjadi impian di tengah dunia yang penuh kekacauan?

Untuk menemukan jawabannya, kita perlu melihat kegelisahan sebagai bagian dari perjalanan hidup manusia. Dengan memahami akar masalahnya, mengenali dampaknya, dan berusaha mencari cara mengatasinya, kedamaian sejati sebenarnya bisa ditemukan.

Kegelisahan Sebuah Fenomena yang Semakin Meluas

Kegelisahan bukanlah fenomena baru, tetapi di era modern ini, dampaknya terasa semakin meluas. Menurut laporan dari World Health Organization (WHO), kasus gangguan kecemasan terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir, khususnya di negara-negara berkembang. Data menunjukkan bahwa sekitar 264 juta orang di seluruh dunia mengalami kecemasan yang signifikan, angka yang terus naik setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa kegelisahan telah menjadi tantangan global yang nyata.

Faktor-faktor penyebabnya pun beragam. Salah satunya adalah tekanan yang datang dari modernisasi. Kehidupan yang semakin serba cepat memaksa kita untuk terus bergerak, tanpa memberi ruang bagi diri sendiri untuk berhenti dan merenung. Kehadiran teknologi juga memberikan kontribusi yang signifikan. Media sosial, misalnya, tidak hanya menjadi sarana komunikasi, tetapi juga ladang perbandingan yang tak sehat. Ketika melihat kehidupan orang lain yang tampak sempurna di layar ponsel, tanpa sadar kita mulai meragukan diri sendiri.

Namun, kegelisahan tidak hanya disebabkan oleh tekanan eksternal. Faktor internal seperti cara berpikir yang cenderung pesimis, trauma masa lalu, atau ketidakmampuan mengelola emosi juga turut memperparah situasi. Misalnya, seseorang yang memiliki kebiasaan overthinking atau terlalu banyak memikirkan segala kemungkinan buruk, sering kali terjebak dalam siklus kecemasan yang sulit dihentikan.

Kegelisahan dan Dampaknya pada Kehidupan

Kegelisahan yang terus dibiarkan bukan hanya memengaruhi kondisi mental, tetapi juga fisik. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kegelisahan kronis dapat memicu berbagai masalah kesehatan seperti tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, dan insomnia. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menurunkan kualitas hidup secara signifikan.

Selain itu, kegelisahan juga memengaruhi hubungan kita dengan orang lain. Ketika seseorang merasa gelisah, ia cenderung menarik diri atau bahkan bersikap defensif terhadap orang di sekitarnya. Komunikasi menjadi terhambat, dan hubungan yang seharusnya menjadi sumber dukungan justru terasa semakin renggang.

Namun, yang paling merusak adalah dampaknya pada cara kita memandang hidup. Kegelisahan membuat kita sulit untuk menikmati momen saat ini. Kita terjebak dalam pikiran tentang masa depan atau penyesalan terhadap masa lalu, sehingga lupa bahwa kebahagiaan sejati sering kali ditemukan di saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun