Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebiasaan Masyarakat Kita Masih Jauh dari Kata Disiplin

16 Desember 2024   15:25 Diperbarui: 16 Desember 2024   16:37 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurangnya kedisiplinan di masyarakat memiliki dampak luas, baik dalam skala kecil maupun besar. Dalam kehidupan sehari-hari, ketidakdisiplinan sering kali menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang lain. Misalnya, seseorang yang membuang sampah sembarangan mungkin tidak merasa terganggu, tetapi orang-orang di sekitarnya harus menghadapi lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Dalam konteks lalu lintas, pengendara yang tidak mematuhi aturan bisa menyebabkan kecelakaan yang merugikan orang lain, bahkan berujung pada kehilangan nyawa.

Dalam skala yang lebih besar, ketidakdisiplinan masyarakat dapat menghambat kemajuan bangsa. Bayangkan bagaimana sulitnya pemerintah menjalankan program-program pembangunan jika masyarakat tidak mendukung dengan perilaku disiplin. Infrastruktur yang dibangun dengan susah payah bisa cepat rusak karena kurangnya kepedulian masyarakat untuk merawatnya. Misalnya, jalan raya yang baru diperbaiki bisa kembali rusak akibat kendaraan-kendaraan yang melebihi kapasitas muatan.

Selain itu, kurangnya disiplin juga menciptakan ketidakpercayaan sosial. Ketika seseorang melanggar aturan, seperti menerobos antrean, orang lain merasa dirugikan. Hal ini memicu rasa frustrasi dan marah, yang pada akhirnya merusak harmoni dalam masyarakat. Ketidakdisiplinan juga bisa mencoreng reputasi bangsa di mata dunia. Sebagai contoh, perilaku tidak tertib di tempat wisata sering kali menjadi sorotan negatif bagi turis asing yang berkunjung ke Indonesia.

Bagaimana Membangun Budaya Disiplin?

Perubahan kebiasaan masyarakat bukanlah hal yang mudah. Namun, hal ini bukan berarti tidak mungkin dilakukan. Langkah pertama adalah membangun kesadaran kolektif bahwa disiplin adalah kebutuhan, bukan beban. Pendidikan harus menjadi pilar utama dalam membentuk karakter disiplin. Sekolah-sekolah perlu menanamkan nilai-nilai ini kepada siswa sejak dini, baik melalui pelajaran formal maupun kegiatan sehari-hari.

Namun, pendidikan di sekolah saja tidak cukup. Peran orang tua sangat penting dalam memberikan teladan kepada anak-anak. Anak yang tumbuh di lingkungan yang penuh disiplin akan lebih mudah menginternalisasi nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya. Di sisi lain, masyarakat juga perlu aktif dalam mengawasi dan menegur pelanggaran yang terjadi di lingkungan sekitar. Ketika seseorang melihat orang lain membuang sampah sembarangan, menegur secara sopan bisa menjadi langkah kecil yang berdampak besar.

Penegakan hukum yang tegas juga harus menjadi prioritas. Hukum harus diberlakukan tanpa pandang bulu, sehingga masyarakat memahami bahwa aturan dibuat untuk dilaksanakan, bukan sekadar formalitas. Selain itu, kampanye sosial yang kreatif dapat membantu menyebarkan pesan tentang pentingnya disiplin. Misalnya, penggunaan media sosial untuk mengedukasi masyarakat tentang dampak buruk ketidakdisiplinan bisa menjadi cara efektif untuk menjangkau generasi muda.

Kisah Inspiratif dari Negara Lain

Belajar dari negara lain, kita bisa melihat bagaimana kedisiplinan membawa perubahan positif dalam masyarakat. Jepang, misalnya, dikenal dengan budaya bersihnya yang luar biasa. Pada tahun 2019, dunia dibuat kagum ketika suporter Jepang di Piala Dunia terlihat membersihkan sampah di stadion setelah pertandingan usai, meskipun itu bukan sampah mereka sendiri. Kebiasaan ini lahir dari pendidikan yang diterapkan sejak kecil. Anak-anak di Jepang diajarkan untuk menjaga kebersihan dan tanggung jawab atas lingkungan mereka, bukan hanya di rumah tetapi juga di sekolah.

Hal serupa juga bisa dilihat di Singapura. Negara kecil ini menerapkan aturan ketat untuk menjaga ketertiban dan kebersihan. Pelanggaran kecil seperti membuang permen karet sembarangan dapat dikenakan denda yang tinggi. Meskipun terdengar keras, pendekatan ini berhasil menciptakan masyarakat yang lebih tertib dan disiplin.

Namun, yang lebih penting dari sekadar penegakan hukum adalah kesadaran masyarakat itu sendiri. Disiplin bukan hanya soal hukuman, tetapi juga soal kepedulian terhadap orang lain dan lingkungan sekitar. Jika kita mampu mengadopsi pola pikir ini, bukan tidak mungkin masyarakat kita juga bisa berubah menjadi lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun