Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Golput Melonjak di Pilkada 2024, Kepercayaan Rakyat pada Pemerintah Luntur?

12 Desember 2024   15:29 Diperbarui: 12 Desember 2024   15:29 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Golput. (DOK KOMPAS/HANDINING)

Pilkada 2024 seharusnya menjadi pesta demokrasi yang dirayakan dengan antusias oleh rakyat. Namun, di balik kemeriahan slogan dan kampanye, ada  fakta yang sebenarnya miris yaitu meningkatnya angka golput. Di berbagai wilayah, suara keengganan untuk memilih semakin terdengar lantang dan dibuktikan waktu pilkada kemarin. Sebagian besar masyarakat merasa bahwa mencoblos bukan lagi cara efektif untuk memperjuangkan aspirasi mereka. Apakah ini sekadar apatisme, atau tanda bahwa kepercayaan pada pemerintah mulai retak?

Fenomena golput bukanlah hal baru, tetapi trennya yang semakin meningkat memaksa kita untuk mencari akar masalah lebih dalam. Apakah pemerintah benar-benar telah kehilangan legitimasi di mata rakyatnya, atau ada faktor lain yang membuat banyak orang enggan memilih? 

Ketika Pilkada Kehilangan Gairah Rakyat

Di sebuah warung kopi sederhana di pinggiran kota, diskusi tentang Pilkada 2024 berlangsung hangat. Namun, bukannya membahas siapa calon yang terbaik, pembicaraan justru didominasi oleh keluhan: "Sama saja, siapa pun yang menang, hidup kita tetap susah." Pernyataan ini mencerminkan perasaan umum banyak rakyat kecil yang merasa bahwa Pilkada hanya formalitas. Calon yang ada dianggap tidak benar-benar peduli pada mereka.

Ilustrasi Cerita: Seorang ibu rumah tangga bernama Sari, misalnya, mengaku tidak akan memilih tahun ini. "Saya sudah bosan. Sudah lima tahun ini saya tidak melihat perubahan. Harga-harga naik terus, tapi para pemimpin kita malah sibuk rebutan kursi. Untuk apa saya ikut Pilkada?" keluhnya.

Sari bukan satu-satunya. Data dari survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan bahwa lebih dari 30% responden berpotensi golput dalam Pilkada 2024. Angka ini lebih tinggi dibandingkan Pilkada sebelumnya. Fenomena ini mengundang pertanyaan serius: mengapa begitu banyak orang merasa bahwa memilih tidak lagi penting?

Alasan Penurunan Kepercayaan

Golput tidak hanya soal apatisme, tetapi juga cerminan dari luka mendalam yang dirasakan masyarakat terhadap pemerintah. Luka ini diperparah oleh sejumlah faktor, seperti:

  1. Korupsi yang Tak Kunjung Usai

Kasus korupsi terus menghantui wajah politik Indonesia. Dari tingkat pusat hingga daerah, pejabat yang seharusnya menjadi teladan justru terjerat skandal. Misalnya, pada 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus besar yang melibatkan kepala daerah. Padahal, mereka sebelumnya dielu-elukan sebagai pemimpin bersih. Ini memunculkan kekecewaan mendalam di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun