Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Kita Begitu Gampang Menghakimi Orang Lain?

12 Desember 2024   20:16 Diperbarui: 12 Desember 2024   20:16 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Menghakimi.(Pexels.com/RDNE Stock project) 

Pernahkah kamu mendapati dirimu menghakimi seseorang tanpa benar-benar mengenalnya? Entah itu dari cara mereka berpakaian, berbicara, atau keputusan yang mereka ambil dalam hidup. Mungkin kamu tidak bermaksud buruk, tetapi prasangka itu muncul begitu saja, seolah sudah tertanam dalam diri kita. Mengapa kita, sebagai manusia, begitu cepat menarik kesimpulan tentang orang lain? Apakah ini bagian dari sifat alami manusia, atau ada sesuatu yang lebih kompleks di baliknya?

Ketergesa-Gesaan Otak dalam Menilai

Bayangkan kamu sedang berjalan di sebuah mal. Dari kejauhan, kamu melihat seorang wanita muda mengenakan pakaian mewah dengan tas bermerek mahal. Pikiranmu langsung menilai, "Dia pasti hidup penuh dengan kemewahan, mungkin keluarganya kaya raya." Namun, apakah kamu tahu cerita di balik penampilannya? Bisa saja tas yang ia bawa adalah hadiah dari temannya, atau ia sudah menabung bertahun-tahun untuk membelinya.

Fenomena ini sering disebut dengan judgment bias, sebuah kecenderungan alami manusia untuk menilai berdasarkan informasi yang minim. Otak kita dirancang untuk cepat mengolah data dan menyimpulkan sesuatu. Dalam situasi darurat, ini sangat membantu, misalnya saat kita harus segera mengenali bahaya. Tetapi dalam interaksi sosial, kecenderungan ini justru bisa merugikan.

Penelitian psikologi menunjukkan bahwa otak kita menggunakan heuristik, yaitu cara berpikir instan yang mengandalkan pengalaman dan stereotip. Proses ini memungkinkan kita mengambil keputusan cepat, tetapi sering kali mengabaikan detail dan konteks yang penting.

Budaya dan Pola Pikir Kolektif

Selain faktor biologis, budaya juga memengaruhi cara kita menilai orang lain. Di banyak masyarakat, termasuk di Indonesia, terdapat norma-norma sosial yang menjadi tolok ukur perilaku. Kita diajarkan untuk menilai seseorang berdasarkan pendidikan, pekerjaan, status sosial, atau penampilan. Standar-standar ini sering kali tertanam begitu dalam sehingga menjadi bagian dari pola pikir kita sehari-hari.

Misalnya, seseorang yang belum menikah di usia tertentu sering dianggap "tidak normal" oleh sebagian masyarakat. Hal ini bukan karena ada sesuatu yang salah dengan orang tersebut, tetapi karena budaya mengajarkan bahwa usia tertentu harus diikuti dengan pernikahan. Pola pikir ini kemudian melahirkan penghakiman yang tidak beralasan.

Media juga berperan besar dalam membentuk persepsi ini. Dalam iklan, film, atau media sosial, kita terus-menerus dibombardir dengan gambaran tentang apa yang dianggap ideal. Standar ini menciptakan ekspektasi yang tidak realistis, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.

Cermin yang Memperbesar Prasangka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun