Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mempersiapkan Peneliti untuk Indonesia Emas

12 Desember 2024   14:09 Diperbarui: 12 Desember 2024   14:09 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Peneliti.(Pixabay.com/fernandozhiminaicela)

Tahun 2045, Indonesia akan merayakan 100 tahun kemerdekaannya. Tahun tersebut dikenal sebagai Indonesia Emas, sebuah visi besar yang diimpikan banyak orang, Indonesia menjadi negara maju, makmur, dan disegani di tingkat global. Namun, di balik mimpi itu ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Salah satunya adalah menyiapkan para peneliti yang mampu mendorong inovasi, memecahkan tantangan nasional, dan membawa Indonesia ke era keemasan.

Tetapi, bagaimana sebenarnya kondisi dunia penelitian di Indonesia saat ini? Apakah peneliti kita sudah cukup siap untuk menghadapi tantangan di masa depan? Mari kita bedah bersama.

Masalah Penelitian di Indonesia

Banyak orang setuju bahwa penelitian adalah fondasi dari kemajuan sebuah negara. Namun, di Indonesia, dunia penelitian sering kali hanya menjadi pembahasan di permukaan. Ada banyak masalah yang sudah lama diketahui tetapi belum juga terselesaikan, seperti:

  1. Minimnya Anggaran Penelitian
    Jika kamu ingin membangun rumah, tentu kamu membutuhkan bahan bangunan. Begitu juga dengan penelitian, dana adalah fondasi utama. Sayangnya, Indonesia mengalokasikan kurang dari 0,3% dari PDB untuk penelitian dan pengembangan (R&D). Angka ini sangat kecil jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura yang mengalokasikan 2% dari PDB atau Korea Selatan yang mencapai 4,5%.
    Contohnya, pada tahun 2020, pemerintah hanya mengalokasikan Rp 10,9 triliun untuk R&D. Bandingkan ini dengan total belanja penelitian universitas di Harvard yang mencapai Rp 78 triliun dalam satu tahun. Bagaimana mungkin peneliti kita bisa bersaing secara global jika dana saja tidak memadai?

  2. Fasilitas Penelitian yang Tidak Merata
    Sebagian besar fasilitas penelitian hanya terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, atau Surabaya. Di daerah-daerah lain, para peneliti harus berjuang dengan laboratorium seadanya, bahkan terkadang menggunakan alat-alat yang sudah usang. Kondisi ini membuat penelitian di Indonesia tidak merata, padahal banyak potensi dari daerah yang belum tergarap dengan baik.

  3. Profesi Peneliti Kurang Dihargai
    Berapa banyak orang di sekitar kamu yang bercita-cita menjadi peneliti? Kemungkinan besar tidak banyak. Profesi ini dianggap kurang menarik karena gaji yang rendah dan minimnya penghargaan. Sebuah studi pada tahun 2021 menunjukkan bahwa gaji peneliti pemula di lembaga pemerintah hanya sekitar Rp 3 juta hingga Rp 4 juta per bulan, jauh di bawah ekspektasi bagi mereka yang sudah menempuh pendidikan tinggi.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
    Lihat Pendidikan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun