Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mirisnya Ilmuan Indonesia Memilih Berkarya di Negeri Orang!

10 Desember 2024   10:44 Diperbarui: 10 Desember 2024   10:44 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Peneliti.Pixabay.com/u_qzc1eihxev 

Bayangkan kamu adalah seorang peneliti berbakat di Indonesia, lulusan universitas ternama dengan berbagai penghargaan di bidang ilmiah. Kamu memiliki ide-ide segar yang dapat membawa perubahan besar, baik dalam dunia ilmu pengetahuan maupun kehidupan masyarakat. Namun, alih-alih mendapat dukungan, kamu justru berhadapan dengan realitas yang menyakitkan: minimnya dana penelitian, fasilitas yang tidak memadai, serta lingkungan kerja yang kurang menghargai. Akhirnya, kamu memilih mencari peluang di luar negeri, di mana jerih payahmu lebih dihargai dan potensimu lebih dihormati.

Kisah di atas bukan sekadar fiksi. Ini adalah gambaran nyata dari fenomena brain drain yang terjadi di Indonesia. Banyak peneliti berbakat memilih meninggalkan tanah air untuk mengembangkan karier mereka di luar negeri. Ironisnya, keputusan mereka bukan hanya soal mencari penghidupan yang lebih layak, tetapi karena mereka merasa tidak dihargai di negeri sendiri. Mengapa ini terjadi, dan apa dampaknya bagi Indonesia? Mari kita telaah lebih dalam.

Cerminan Krisis Sistemik

Fenomena migrasi ilmuwan dari Indonesia ke negara lain telah berlangsung selama beberapa dekade. Menurut laporan Bank Dunia pada 2022, lebih dari 9% lulusan Indonesia yang bekerja di luar negeri memiliki gelar pendidikan tinggi. Banyak di antara mereka adalah akademisi, peneliti, dan profesional di bidang teknologi. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Singapura, hingga Australia menjadi tujuan utama karena mereka menawarkan lingkungan kerja yang mendukung pengembangan intelektual.

Penting untuk dipahami bahwa keputusan para peneliti ini bukanlah pilihan yang diambil dengan mudah. Bagi sebagian besar, meninggalkan tanah air berarti melepaskan kedekatan dengan keluarga, budaya, dan identitas nasional. Namun, mereka menghadapi dilema: bertahan di sistem yang membelenggu atau mencari ruang untuk berkembang di negeri orang.

Minimnya Dukungan terhadap Penelitian

Salah satu akar masalahnya adalah minimnya investasi pemerintah Indonesia dalam bidang penelitian dan pengembangan (research and development atau R&D). Institute for Statistics menunjukkan bahwa alokasi anggaran R&D Indonesia hanya sekitar 0,23% dari PDB, jauh tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia (1,44%) atau Singapura (2,1%). Padahal, anggaran yang memadai adalah fondasi untuk menciptakan inovasi.

Minimnya pendanaan ini berdampak pada berbagai aspek, seperti keterbatasan fasilitas laboratorium, sulitnya mengakses bahan penelitian berkualitas tinggi, hingga kurangnya insentif bagi para peneliti. Bahkan, banyak institusi penelitian di Indonesia yang masih mengandalkan peralatan usang, sehingga hasil penelitian sering kali kalah kompetitif di tingkat global.

Bandingkan dengan fasilitas di negara-negara maju yang memberikan dukungan penuh kepada peneliti. Di Jerman, misalnya, lembaga seperti Max Planck Society menyediakan dana melimpah, peralatan canggih, serta akses luas ke publikasi internasional. Lingkungan seperti ini menciptakan ekosistem penelitian yang produktif dan inovatif, sesuatu yang masih menjadi mimpi bagi banyak peneliti di Indonesia.

Birokrasi yang Rumit dan Tidak Efisien

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun