Masalah lain yang sering kali menjadi momok bagi peneliti Indonesia adalah birokrasi yang tidak efisien. Proses pengajuan hibah penelitian, misalnya, sering kali memakan waktu berbulan-bulan, dengan persyaratan administrasi yang memberatkan. Bahkan setelah dana disetujui, penggunaannya dibatasi oleh aturan ketat yang terkadang tidak relevan dengan kebutuhan penelitian itu sendiri.
Lebih parah lagi, ada kecenderungan bahwa alokasi dana penelitian sering kali tidak transparan. Dalam beberapa kasus, koneksi personal atau politik lebih menentukan keberhasilan pengajuan hibah dibandingkan kualitas proposal penelitian. Kondisi ini membuat banyak peneliti merasa frustrasi dan kehilangan motivasi untuk berkarya di dalam negeri.
Sebaliknya, di negara-negara maju, birokrasi dirancang untuk mendukung kerja para peneliti, bukan menghalangi mereka. Hibah penelitian diberikan berdasarkan meritokrasi, dan proses pengajuannya dibuat sesederhana mungkin. Hal ini menciptakan suasana kerja yang kondusif bagi inovasi.
Lingkungan Kerja yang Kurang Menghargai
Bukan hanya soal dana dan birokrasi, lingkungan kerja juga memainkan peran penting dalam mendorong para peneliti untuk meninggalkan Indonesia. Banyak institusi penelitian di Indonesia yang masih terjebak dalam budaya hierarkis, di mana ide-ide dari peneliti muda sering kali diabaikan atau dianggap tidak penting. Senioritas sering kali lebih dihargai daripada prestasi.
Di luar negeri, penghargaan terhadap peneliti didasarkan pada kontribusi mereka, tanpa memandang usia atau latar belakang. Peneliti muda diberi ruang untuk bereksperimen dan mengambil risiko, sehingga mereka merasa dihargai dan termotivasi untuk terus berkembang.
Dampak Bagi Indonesia
Keputusan para peneliti untuk bekerja di luar negeri membawa dampak besar bagi Indonesia. Fenomena brain drain ini tidak hanya berarti kehilangan talenta, tetapi juga potensi inovasi yang bisa membantu memecahkan berbagai masalah dalam negeri.
Sebagai contoh, bidang kesehatan di Indonesia masih menghadapi tantangan besar, mulai dari penanganan penyakit tropis hingga pengembangan teknologi medis. Namun, banyak peneliti Indonesia yang ahli di bidang ini justru bekerja untuk institusi di negara lain. Hasil penelitian mereka mungkin akhirnya kembali ke Indonesia dalam bentuk produk impor, yang ironisnya memerlukan biaya besar untuk diakses.
Selain itu, kehilangan peneliti berbakat juga memperlambat kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia. Dalam jangka panjang, ini dapat menghambat daya saing Indonesia di tingkat global, baik dalam bidang teknologi, ekonomi, maupun sosial.
Mengembalikan Kepercayaan Peneliti