Minimnya anggaran ini berdampak langsung pada penyediaan fasilitas. Banyak universitas yang memiliki laboratorium dengan peralatan yang sudah ketinggalan zaman. Peneliti sering kali harus mencari alternatif di luar negeri untuk melanjutkan eksperimen mereka.
Salah satu contoh nyata adalah Universitas Gadjah Mada (UGM), yang memiliki reputasi sebagai pusat penelitian terkemuka. Meskipun demikian, beberapa laboratorium di kampus ini masih menggunakan alat yang berusia puluhan tahun karena keterbatasan anggaran.
2. Ketimpangan Fasilitas Antara Daerah
Masalah lain yang sering diabaikan adalah kesenjangan fasilitas antara daerah. Fasilitas penelitian canggih biasanya terkonsentrasi di Pulau Jawa, sementara daerah lain seperti Papua, Sulawesi, atau Nusa Tenggara masih jauh tertinggal.
Hal ini menyebabkan para peneliti di daerah harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan akses ke fasilitas yang memadai. Contohnya, seorang peneliti dari Universitas Cenderawasih di Papua harus mengirim sampel ke Jawa karena tidak ada laboratorium yang mendukung di daerahnya.
3. Keterbatasan Sumber Daya Manusia
Selain masalah fasilitas fisik, keterbatasan sumber daya manusia yang kompeten untuk mengoperasikan peralatan canggih juga menjadi kendala. Banyak peneliti muda yang belum mendapatkan pelatihan memadai untuk memanfaatkan teknologi modern.
Kisah Nyata
Salah satu cerita yang mencerminkan realitas ini adalah pengalaman seorang peneliti muda bernama Niko, lulusan jurusan Kimia di sebuah universitas Sumatera utara. Nikomemiliki ide untuk mengembangkan plastik yang sangat mudah di daur ulang, solusi yang sangat relevan di tengah kerusakan lingkungan.
Namun, perjalanan Niko tidak mudah. Ketika mencoba melakukan eksperimen di laboratorium kampus, ia mendapati alat-alat penting seperti mikroskop elektron dan reaktor bioteknologi tidak berfungsi dengan baik. Akhirnya, ia harus mencari cara untuk mengakses laboratorium di luar kampus dengan biaya sendiri.
Meski menghadapi banyak kendala, Niko tidak menyerah. Ia mendapatkan bantuan dari komunitas peneliti independen yang mendukung ide-idenya. Kisah ini menggambarkan bahwa, meskipun ada keterbatasan, ada semangat besar di kalangan peneliti Indonesia. Namun, semangat saja tidak cukup; dukungan dari pemerintah mutlak diperlukan.