Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Miris, Kita Masih Ketergantungan untuk Impor Bahan Pangan!

5 Desember 2024   08:11 Diperbarui: 5 Desember 2024   08:48 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Infrastruktur juga menjadi masalah besar. Sebagian besar wilayah Indonesia belum memiliki jaringan irigasi yang memadai. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa lebih dari 50% lahan sawah di Indonesia masih bergantung pada hujan. Ketika musim kemarau tiba, hasil panen pun terancam gagal.

Contoh nyata terjadi di Kabupaten Indramayu, salah satu lumbung padi nasional. Ribuan hektar sawah di wilayah ini kerap mengalami kekeringan akibat buruknya pengelolaan jaringan irigasi. Akibatnya, petani kehilangan potensi panen hingga 30% setiap tahun.

Efisiensi dan Biaya Produksi yang Tidak Kompetitif

Faktor lain yang membuat impor lebih menarik bagi pemerintah adalah biaya produksi yang jauh lebih murah di negara lain. Sebagai contoh, harga produksi beras lokal rata-rata Rp5.000 per kilogram, sementara beras impor dari Vietnam hanya Rp4.000 per kilogram. Hal ini membuat pemerintah memilih impor untuk menekan harga di pasar domestik, terutama saat terjadi lonjakan permintaan.

Namun, keputusan ini memiliki konsekuensi serius. Petani lokal yang sudah kesulitan justru semakin tertekan oleh masuknya produk impor dengan harga lebih murah. Situasi ini menyebabkan mereka kehilangan insentif untuk meningkatkan produksi.

Ketergantungan Impor yang Merugikan

Ketergantungan pada impor bahan pangan tidak hanya menciptakan masalah ekonomi, tetapi juga berdampak pada kedaulatan pangan. Salah satu bukti nyata adalah krisis beras yang terjadi pada 2018. Saat itu, pemerintah terpaksa mengimpor 2,25 juta ton beras karena stok beras nasional berada di ambang kritis. Hal ini terjadi akibat kegagalan panen di sejumlah daerah akibat cuaca buruk.

Krisis serupa terjadi lagi pada 2022, ketika harga kedelai global melonjak akibat gangguan rantai pasok internasional. Sebagai negara yang 90% kebutuhan kedelainya berasal dari impor, Indonesia terpukul keras. Produsen tahu dan tempe di berbagai daerah melakukan mogok massal karena tidak mampu menanggung biaya produksi yang melonjak.

Dampak pada Ketahanan Pangan Nasional

Ketergantungan impor membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga global dan krisis pangan internasional. Dalam jangka panjang, ini dapat mengancam ketahanan pangan nasional, terutama jika terjadi gangguan pada pasokan internasional.

Kamu tentu masih ingat ketika pandemi COVID-19 melanda. Beberapa negara produsen pangan utama seperti India dan Vietnam sempat membatasi ekspor mereka untuk memastikan kebutuhan domestik tercukupi. Akibatnya, Indonesia menghadapi kesulitan mendapatkan pasokan beras dan gula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun