Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Krisis Identitas pada Generasi Muda

3 Desember 2024   14:40 Diperbarui: 3 Desember 2024   15:30 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Krisis Identias.Pixabay.com/glasskid50 

 

Di tengah gemerlap dunia modern yang penuh inovasi, generasi muda justru menghadapi tantangan yang tak kalah kompleks: krisis identitas. Fenomena ini tidak hanya menjadi masalah individu, tetapi juga mencerminkan kekacauan sosial yang memengaruhi kehidupan banyak anak muda. Tekanan untuk tampil sempurna, ekspektasi tinggi dari keluarga, serta pengaruh kuat media sosial menjadi faktor utama yang menyulut kebingungan identitas di kalangan mereka. Bagaimana generasi muda menghadapi realitas ini? Apa yang sebenarnya terjadi di balik layar kehidupan mereka?

Ketika Krisis Identitas Mulai Muncul

Pernahkah kamu merasa bingung dengan siapa dirimu sebenarnya? Mungkin kamu sedang berada di tahap kehidupan yang penuh pertanyaan seperti: "Apa tujuan hidupku?" atau "Apakah aku cukup baik?" Kondisi ini sering dialami oleh generasi muda, terutama  pada usia 16 hingga awal 20 tahun. Inilah masa di mana seseor ang mencoba memahami dirinya sendiri, mengukur nilai pribadinya, dan menentukan arah hidup.

Salah satu kisah nyata datang dari Andini (bukan nama sebenarnya), seorang mahasiswa berusia 21 tahun. Sejak kecil, Andini selalu menjadi anak yang berprestasi. Namun, di balik nilai-nilai sempurna di rapor dan pujian dari orang tua, ia merasa kosong. Ketika teman-temannya sibuk mengejar passion mereka, Andini merasa kehilangan arah. "Aku seperti hidup hanya  untuk memenuhi ekspektasi orang lain, bukan untuk diriku sendiri," ungkapnya.

Kisah seperti Andini bukanlah hal yang asing. Data dari penelitian oleh Universitas Indonesia tahun 2022 menunjukkan bahwa 7 dari 10 anak muda di Indonesia pernah merasa tidak yakin dengan jati diri mereka. Tekanan dari berbagai aspek kehidupan membuat mereka terjebak dalam pusaran krisis identitas.

Dunia Digital dan Ekspektasi yang Melelahkan

Era digital membawa perubahan besar dalam cara kita berinteraksi, bekerja, dan bahkan membangun identitas. Media sosial seperti Instagram, TikTok, atau Twitter memberikan ruang bagi generasi muda untuk mengekspresikan diri. Namun, platform yang seharusnya menjadi alat kreatif ini justru sering kali menjadi ladang perbandingan yang tidak sehat.

Misalnya, seorang remaja melihat teman sebayanya memamerkan kehidupan "sempurna" di media sosial: liburan mewah, tubuh ideal, hingga gaya hidup glamor. Meskipun kenyataannya mungkin berbeda, apa yang ditampilkan di media sosial menciptakan ilusi bahwa kehidupan mereka tidak cukup baik. Akibatnya, banyak yang merasa minder, stres, dan mempertanyakan nilai diri mereka sendiri.

Fenomena ini semakin parah ketika media sosial menjadi sumber validasi utama. Jumlah like, komentar, atau followers sering kali dianggap sebagai tolok ukur popularitas dan keberhasilan. Bagi generasi muda yang sedang mencari identitas, ini adalah tekanan yang sangat berat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun