Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ketika Kapitalisme Menyusup di Layanan Kesehatan

2 Desember 2024   05:58 Diperbarui: 2 Desember 2024   07:14 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kapitalisme dalam Layanan Kesehatan.(dibuat dengan ChatGPT.com)

Layanan kesehatan adalah salah satu kebutuhan paling mendasar bagi manusia. Dalam teori ideal, layanan ini semestinya bersifat universal, terjangkau, dan berkualitas tinggi tanpa memandang latar belakang sosial-ekonomi seseorang. Namun, kenyataan sering kali berbicara lain.

Bayangkan kamu seorang pekerja keras yang setiap bulan menyisihkan penghasilan untuk membayar asuransi kesehatan. Kamu berharap, ketika tiba saatnya membutuhkan layanan medis, semua akan berjalan lancar. Namun, kenyataan berkata lain. Tiba-tiba, klaimmu ditolak dengan alasan teknis, atau kamu menghadapi biaya tambahan yang tidak dijelaskan di awal. Situasi seperti ini bukan hanya fiksi. Inilah salah satu potret bagaimana kapitalisme menyusup ke dalam layanan kesehatan.

Kapitalisme yang Menggerus Hak Dasar Manusia

Kapitalisme, dengan prinsip dasarnya yang berorientasi pada keuntungan, telah merambah hampir semua sektor, termasuk layanan kesehatan. Di satu sisi, kapitalisme membawa inovasi teknologi medis, obat-obatan baru, dan perbaikan infrastruktur kesehatan. Namun, sisi gelapnya adalah ketika kesehatan yang seharusnya menjadi hak setiap individu berubah menjadi barang mewah yang hanya bisa dinikmati mereka yang mampu membayar.

Sistem kapitalis mendorong layanan kesehatan untuk berorientasi pada keuntungan. Rumah sakit bersaing mendapatkan pasien dengan menawarkan layanan premium untuk pasien kaya. Perusahaan farmasi berlomba menciptakan obat-obatan mahal dengan paten yang melindungi keuntungan mereka selama bertahun-tahun. Sementara itu, masyarakat miskin harus berjuang mengakses layanan dasar.

Ketimpangan dalam Sistem Kesehatan

1. Harga Obat yang Melambung Tinggi

Kasus harga insulin di Amerika Serikat adalah contoh mencolok. Insulin, obat esensial bagi penderita diabetes, mengalami lonjakan harga yang tidak masuk akal dalam satu dekade terakhir. Pada tahun 2001, harga sebotol insulin sekitar $35. Namun, pada 2020, harganya melesat hingga lebih dari $300. Banyak pasien terpaksa mengurangi dosis, yang berujung pada komplikasi serius seperti gagal ginjal dan kebutaan.

Di Indonesia, situasinya pun tidak jauh berbeda. Meskipun pemerintah telah berupaya menyediakan obat generik dengan harga lebih terjangkau, distribusi yang tidak merata dan kelangkaan obat tertentu sering kali menjadi kendala. Misalnya, pasien dengan penyakit kronis seperti kanker atau hepatitis sering dihadapkan pada pilihan sulit antara membeli obat mahal atau menggunakan tabungan mereka untuk kebutuhan hidup lainnya.

2. Sistem Asuransi yang Tidak Selalu Membantu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun