Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Memilih dengan Hati, Wujudkan Pilkada Jujur dan Adil

24 November 2024   09:40 Diperbarui: 24 November 2024   09:40 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pilkada 2024.(KOMPAS/HANDINING)

Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) adalah bagian penting dari demokrasi di Indonesia. Setiap lima tahun sekali, masyarakat diberi hak untuk memilih pemimpin yang akan menentukan arah pembangunan daerah mereka. Namun, di balik proses demokratis ini, ada tantangan besar yang terus mengintai praktik politik uang, penyebaran berita bohong (hoaks), hingga rendahnya kesadaran politik masyarakat. Untuk menjadikan Pilkada sebagai momentum perubahan, kamu perlu melibatkan hati nurani dalam setiap keputusan yang diambil.

Mengapa Pilkada Jujur dan Adil Begitu Penting?

Pilkada adalah cerminan demokrasi yang sehat. Jika prosesnya berlangsung dengan jujur dan adil, maka hasilnya akan menghasilkan pemimpin yang benar-benar layak dan mampu menjalankan amanah rakyat. Sebaliknya, jika Pilkada diwarnai manipulasi, baik melalui politik uang atau penyebaran informasi palsu, dampaknya bisa sangat merugikan. Kamu mungkin pernah mendengar cerita tentang pemimpin yang terpilih hanya karena "serangan fajar" berupa uang atau sembako. Akibatnya, kebijakan yang diambil cenderung berpihak pada kepentingan kelompok tertentu, bukan rakyat secara keseluruhan.

Bahkan, laporan dari Transparency International Indonesia menunjukkan bahwa korupsi di level pemerintah daerah sering kali bermula dari biaya politik yang tinggi. Seorang calon kepala daerah yang menghabiskan banyak uang untuk membeli suara cenderung memprioritaskan pengembalian modal setelah terpilih, daripada melayani rakyat. Hal ini menciptakan lingkaran setan yang terus merugikan masyarakat luas.

Politik Uang Godaan yang Merusak Hati Nurani

Politik uang adalah salah satu hambatan terbesar dalam mewujudkan Pilkada yang jujur dan adil. Di beberapa daerah, hal ini bahkan dianggap sebagai "tradisi" yang sulit dihilangkan. Sebagai contoh, pada Pilkada sebelumnya, terdapat laporan bahwa banyak pemilih yang rela menjual suara mereka seharga Rp50.000 hingga Rp100.000. Jumlah yang sangat kecil dibandingkan dampak buruknya bagi masa depan daerah.

Kamu mungkin berpikir, "Apa salahnya menerima uang, toh ini hanya bonus?" Namun, kenyataannya, praktik ini merusak proses demokrasi. Setiap suara yang dibeli mengurangi peluang bagi calon pemimpin yang jujur dan berkompeten untuk terpilih. Dalam jangka panjang, ini juga memengaruhi kualitas kebijakan publik. Maka, penting bagi setiap pemilih untuk menolak segala bentuk politik uang, meskipun godaannya besar.

Penyebaran Hoaks

Selain politik uang, penyebaran hoaks adalah ancaman lain yang tidak kalah serius. Di era digital ini, media sosial sering menjadi alat untuk menyebarkan informasi palsu demi menjatuhkan lawan politik. Hoaks ini sering kali memanfaatkan emosi masyarakat, seperti ketakutan, kemarahan, atau bahkan kebanggaan, untuk membentuk opini tertentu.

Misalnya, pada Pilkada sebelumnya, muncul isu-isu agama atau etnis yang digunakan untuk memecah belah masyarakat. Hoaks semacam ini tidak hanya merusak proses Pilkada, tetapi juga berpotensi menciptakan konflik sosial. Sebagai pemilih, kamu harus kritis terhadap setiap informasi yang diterima. Jangan langsung percaya pada berita yang tidak jelas sumbernya. Gunakan waktu untuk memverifikasi fakta dan mencari tahu kebenarannya dari sumber yang kredibel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun