Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesenjangan Penghasilan Makin Terlihat Nyata!

23 November 2024   16:30 Diperbarui: 23 November 2024   19:06 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah hiruk-pikuk kemajuan ekonomi global terutama di indonesia, kesenjangan penghasilan menjadi salah satu isu yang semakin sulit diabaikan. Di satu sisi, kita melihat orang-orang yang menikmati gaya hidup mewah dengan kendaraan mahal, rumah megah, dan liburan ke luar negeri. Namun, di sisi lain, masih banyak masyarakat yang harus berjuang memenuhi kebutuhan pokok, seperti makanan, tempat tinggal, dan pendidikan. Kenyataan ini tidak hanya memperlihatkan ketimpangan ekonomi, tetapi juga mengungkap tabir ketidakadilan struktural yang sudah lama tertanam di masyarakat.

Mengapa Kesenjangan Penghasilan Semakin Lebar?

Salah satu penyebab utama dari kesenjangan penghasilan adalah ketidaksetaraan akses terhadap pendidikan. Pendidikan seharusnya menjadi alat untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi sayangnya, hal ini belum sepenuhnya terjadi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa hanya 20% masyarakat dari kelompok ekonomi terbawah yang berhasil menyelesaikan pendidikan menengah atas. Kondisi ini membuat mereka kurang memiliki keterampilan yang diperlukan untuk bersaing di pasar kerja formal. Sebaliknya, kelompok masyarakat kaya memiliki akses ke institusi pendidikan terbaik yang membekali mereka dengan keterampilan unggul, membuka pintu ke pekerjaan bergaji tinggi.

Selain itu, globalisasi dan digitalisasi turut memperbesar jurang penghasilan. Profesi yang berbasis teknologi, seperti programmer, analis data, dan pengembang perangkat lunak, menawarkan gaji tinggi. Namun, lapangan pekerjaan ini sering kali hanya dapat diisi oleh individu dengan latar belakang pendidikan tinggi dan akses teknologi yang memadai. Sementara itu, mayoritas pekerja di sektor informal seperti buruh pabrik, petani, dan pedagang kecil harus puas dengan pendapatan yang jauh lebih rendah, meskipun mereka bekerja lebih keras dan lebih lama.

Kebijakan ekonomi juga menjadi sorotan utama dalam masalah ini. Misalnya, insentif pajak dan bantuan finansial sering kali lebih banyak diberikan kepada perusahaan besar yang dianggap berkontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi. Namun, UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian dan menyerap banyak tenaga kerja justru sering kali diabaikan. Kesenjangan kebijakan seperti ini memperkuat posisi dominan kelompok elit ekonomi, sementara kelompok kecil terus terpinggirkan.

Dampak Kesenjangan Penghasilan yang Makin Nyata

Kesenjangan penghasilan bukan hanya masalah angka, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan psikologis masyarakat. Ketimpangan ini dapat memicu perasaan frustrasi, ketidakadilan, dan bahkan konflik sosial. Contoh konkret dapat kita lihat dalam kasus demonstrasi buruh yang sering kali menuntut upah layak. Mereka merasa diabaikan oleh sistem yang lebih menguntungkan pihak perusahaan besar dan investor.

Selain itu, jurang penghasilan yang besar juga memengaruhi kualitas hidup. Data dari Oxfam Indonesia mengungkapkan bahwa 1% orang terkaya di Indonesia memiliki kekayaan setara dengan gabungan 50% populasi termiskin. Hal ini berimplikasi pada akses terhadap fasilitas kesehatan, perumahan, dan infrastruktur yang memadai. Masyarakat dengan penghasilan rendah cenderung tinggal di daerah yang kurang layak dengan risiko kesehatan yang lebih tinggi, seperti banjir, sanitasi buruk, dan polusi udara.

Kesenjangan ini juga menghambat pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Ketika mayoritas masyarakat tidak memiliki daya beli yang cukup, roda ekonomi akan melambat. Sebaliknya, jika kesenjangan penghasilan dapat dipersempit, masyarakat akan memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan, yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.

Bukti Nyata dari Kesenjangan Penghasilan

Salah satu bukti nyata dari kesenjangan penghasilan dapat dilihat dari data laporan Bank Dunia. Indonesia termasuk negara dengan tingkat ketimpangan penghasilan yang tinggi, sebagaimana diukur oleh Gini Ratio. Pada 2023, Gini Ratio Indonesia berada di angka 0,39, ini menunjukkan bahwa distribusi kekayaan masih jauh dari merata.

Di sektor ketenagakerjaan, laporan BPS mencatat bahwa rata-rata penghasilan pekerja di sektor informal hanya sekitar Rp2 juta per bulan, jauh di bawah upah minimum rata-rata di berbagai provinsi. Sebaliknya, karyawan di sektor teknologi bisa mendapatkan penghasilan hingga 10 kali lipat lebih besar.

Masalah ini juga terlihat jelas di perkotaan besar seperti Jakarta, di mana kompleks perumahan mewah berdampingan dengan kawasan kumuh. Ketimpangan ini tidak hanya menciptakan perbedaan gaya hidup yang mencolok tetapi juga memperlihatkan ketidakadilan dalam akses terhadap layanan publik seperti air bersih, listrik, dan transportasi.

Bagaimana Cara Mengatasi Kesenjangan Penghasilan?

Mengurangi kesenjangan penghasilan membutuhkan upaya kolaboratif antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Berikut adalah beberapa langkah strategis yang dapat diambil:

  1. Peningkatan Akses Pendidikan
    Pemerintah perlu memastikan bahwa pendidikan berkualitas dapat diakses oleh semua kalangan, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Program beasiswa, peningkatan kualitas guru, dan pembangunan infrastruktur pendidikan di daerah terpencil harus menjadi prioritas.

  2. Reformasi Kebijakan Ekonomi
    Kebijakan ekonomi harus lebih inklusif dan mendukung kelompok masyarakat yang paling membutuhkan. Pemerintah dapat memberikan insentif pajak kepada UMKM, meningkatkan akses permodalan, dan mendorong penciptaan lapangan kerja di sektor informal.

  3. Meningkatkan Upah Minimum dan Perlindungan Sosial
    Upah minimum yang layak harus diterapkan di seluruh daerah untuk memastikan pekerja dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka. Selain itu, program jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan harus diperluas cakupannya.

  4. Mendorong Kewirausahaan Sosial
    Masyarakat dapat berkontribusi dengan menciptakan usaha yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan tetapi juga membantu mengentaskan kemiskinan. Contoh nyata adalah bisnis berbasis komunitas yang mempekerjakan penduduk lokal dan mendukung perekonomian daerah.

  5. Mengurangi Diskriminasi Gender di Tempat Kerja
    Kesenjangan penghasilan juga dipengaruhi oleh diskriminasi gender, di mana perempuan sering kali menerima gaji lebih rendah dibandingkan laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Kebijakan yang mendukung kesetaraan gender di tempat kerja perlu ditegakkan.

Kesimpulan

Kesenjangan penghasilan adalah masalah kompleks yang membutuhkan perhatian serius dari semua pihak. Jurang ekonomi ini bukan hanya ancaman bagi stabilitas sosial, tetapi juga hambatan besar bagi pembangunan berkelanjutan. Dengan langkah konkret seperti peningkatan akses pendidikan, reformasi kebijakan ekonomi, dan pemberdayaan UMKM, kita dapat mulai menjembatani jurang ini.

Pada akhirnya, keberhasilan sebuah bangsa diukur dari seberapa baik ia memperlakukan rakyatnya, bukan dari seberapa kaya sekelompok kecil elit. Keadilan sosial bukanlah mimpi, tetapi tujuan yang dapat dicapai jika kita semua berkomitmen untuk menciptakan perubahan. Sebagai individu, kamu juga bisa berkontribusi dengan mendukung program sosial, menyuarakan keadilan, dan memberikan perhatian pada isu-isu yang sering kali terabaikan. Karena di dunia yang semakin modern ini, tidak ada alasan bagi kita untuk membiarkan ketimpangan terus berlanjut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun