Kemiskinan
Kemiskinan juga menjadi penghalang utama bagi anak-anak untuk mengenyam pendidikan. Meskipun pemerintah telah menggagas program pendidikan gratis, seperti BOS (Bantuan Operasional Sekolah), biaya tambahan seperti seragam, buku, dan transportasi tetap menjadi beban berat bagi keluarga miskin. Banyak anak yang akhirnya terpaksa putus sekolah untuk membantu orang tua bekerja.
Kultur dan Paradigma Masyarakat
Di beberapa wilayah, pendidikan belum menjadi prioritas. Masih ada anggapan bahwa anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi atau bahwa pendidikan tidak akan langsung mengubah kondisi ekonomi keluarga. Paradigma seperti ini kerap membuat anak-anak berhenti sekolah lebih awal.
Bukti Nyata Ketimpangan Pendidikan
Sebuah laporan dari United Nations Children's Fund (UNICEF) menunjukkan bahwa sekitar 4,3 juta anak Indonesia usia 7–18 tahun tidak bersekolah. Sebagian besar berasal dari keluarga miskin dan tinggal di daerah terpencil. Selain itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada tahun 2023 masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya rata-rata lama sekolah di Indonesia, yang hanya sekitar 8,5 tahun.
Dampak Ketimpangan Pendidikan
Ketimpangan pendidikan tidak hanya memengaruhi individu, tetapi juga masa depan bangsa. Anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan cenderung sulit keluar dari lingkaran kemiskinan. Mereka memiliki peluang kerja yang terbatas, sering kali terjebak dalam pekerjaan informal dengan penghasilan rendah.
Dari sisi negara, rendahnya kualitas pendidikan berdampak pada produktivitas tenaga kerja. Hal ini menghambat pertumbuhan ekonomi dan melemahkan daya saing Indonesia di kancah global.
Langkah untuk Mengatasi Ketimpangan Pendidikan
Meskipun masalah ini kompleks, bukan berarti tidak ada solusi. Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk memperbaiki situasi ini, baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun individu.