Dalam situasi ekonomi yang sedang goyah, kebijakan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sering menjadi sorotan. Kebijakan ini dianggap sebagai langkah strategis untuk menambah pemasukan negara, namun di sisi lain, kebijakan ini berpotensi membebani masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah kebijakan ini benar-benar bijak di tengah kondisi ekonomi yang serba tidak pasti?
Pentingnya PPN dalam Struktur Keuangan Negara
PPN merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar bagi negara. Pajak ini diberlakukan pada hampir semua transaksi barang dan jasa, menjadikannya alat yang efektif untuk meningkatkan pemasukan negara. Dalam teori ekonomi, pendapatan dari PPN digunakan untuk pembiayaan pembangunan, penyediaan layanan publik, dan stabilisasi ekonomi. Namun, ketika kondisi ekonomi tidak stabil, dampak kenaikan PPN terhadap masyarakat dan bisnis sering kali menjadi bahan perdebatan.
Misalnya, dalam laporan Kementerian Keuangan tahun 2023, tercatat bahwa pendapatan negara dari PPN berkontribusi hingga 40% dari total pajak dalam negeri. Angka ini menunjukkan betapa peting dan vitalnya PPN dalam mendukung perekonomian negara. Namun, pertanyaannya apakah relevan menaikkan tarif PPN ketika daya beli masyarakat melemah akibat inflasi dan ketidakpastian ekonomi?
Dampak Kenaikan PPN pada Masyarakat
Kamu pasti merasakan sendiri, ketika harga barang kebutuhan pokok naik, hal ini berdampak langsung pada pengeluaran sehari-hari. Bayangkan jika tarif PPN dinaikkan, maka harga barang dan jasa otomatis ikut melonjak. Misalnya, saat PPN naik dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022, harga bahan pokok seperti beras dan minyak goreng ikut naik, meskipun barang-barang tersebut tergolong kebutuhan dasar.
Dampak seperti ini tentu lebih dirasakan oleh keluarga dengan pendapatan rendah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada triwulan pertama 2024, konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya, jika konsumsi masyarakat menurun akibat kenaikan PPN, hal ini juga bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Efek Domino pada Usaha Kecil dan Menengah
Tidak hanya masyarakat, sektor bisnis, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), juga terkena dampaknya. UMKM sering kali menjadi tulang punggung ekonomi, terutama dalam menciptakan lapangan kerja. Namun, dengan kenaikan PPN, biaya operasional mereka ikut meningkat, yang akhirnya membuat harga jual produk mereka lebih mahal.
Sebagai contoh, sebuah usaha makanan kecil yang sebelumnya menjual satu paket nasi kotak seharga Rp25.000 kini harus menaikkan harga menjadi Rp27.500 setelah tarif PPN naik. Dengan daya beli masyarakat yang menurun, konsumen cenderung beralih ke produk alternatif yang lebih murah atau bahkan mengurangi konsumsi. Situasi ini menciptakan tekanan ganda bagi UMKM, yaitu penurunan penjualan dan peningkatan biaya operasional.