Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

di Rasa Permintaan Tidak Realistis, DPR Ngamuk Minta Blokir Produk Apple di Indonesia

5 November 2024   10:20 Diperbarui: 6 November 2024   13:12 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah Pemblokiran Produk Apple Solusi yang Tepat?

Langkah pemblokiran produk Apple ini memang memunculkan pro dan kontra. Dari satu sisi, tindakan ini dapat dilihat sebagai bentuk negosiasi keras yang diperlukan untuk mengingatkan Apple bahwa Indonesia juga memiliki hak dalam menentukan kebijakan ekonomi dan fiskalnya. Dengan menunjukkan ketegasan, Indonesia bisa memperkuat posisinya sebagai negara yang berdaulat dalam mengatur regulasi pasar. Namun, dari sisi lain, pemblokiran produk Apple bisa berdampak negatif bagi daya tarik investasi di Indonesia. Jika perusahaan sebesar Apple saja diblokir, mungkin investor asing lainnya akan berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia.

Selain itu, pemblokiran produk Apple bisa menimbulkan reaksi yang cukup besar dari konsumen. Penggemar setia produk Apple mungkin akan merasa kecewa dan mulai kehilangan kepercayaan terhadap kebijakan pemerintah. Bahkan, pemblokiran ini bisa mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap pemerintah dan memunculkan ketidakpuasan baru, terutama dari kalangan yang menggantungkan kebutuhan kerjanya pada perangkat-perangkat Apple.

Negosiasi Insentif yang Lebih Realistis

Sejatinya, tax holiday bukanlah hal yang buruk. Dalam ekonomi global, banyak negara menggunakan tax holiday sebagai alat untuk menarik investasi asing. Namun, durasi 50 tahun yang diminta oleh Apple dinilai tidak masuk akal. Sebagai solusi, pemerintah mungkin bisa menawarkan insentif pajak yang lebih proporsional. Misalnya, tax holiday selama 5 hingga 10 tahun, atau menawarkan insentif dalam bentuk lain, seperti potongan biaya impor atau insentif untuk pembangunan infrastruktur lokal.

Selain itu, pemerintah juga bisa menyertakan syarat tambahan, seperti komitmen Apple untuk memberdayakan tenaga kerja lokal atau melakukan transfer teknologi. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi produk Apple, tetapi juga mendapatkan manfaat langsung dalam hal peningkatan kualitas SDM dan perkembangan industri lokal.

Mengapa Isu Ini Penting untuk Diperhatikan?

Bagi masyarakat umum, mungkin isu tax holiday dan pemblokiran produk Apple terdengar seperti konflik antara pemerintah dengan perusahaan asing. Namun, di balik itu semua, ini adalah tentang bagaimana Indonesia bisa menjaga kemandirian ekonominya di tengah era globalisasi yang semakin mendominasi. Dengan banyaknya perusahaan asing yang berlomba-lomba memasuki pasar Indonesia, pemerintah memiliki tantangan besar untuk menyeimbangkan antara menarik investasi asing dan melindungi industri lokal.

Permintaan Apple ini menyoroti betapa kuatnya daya tawar perusahaan-perusahaan besar dalam negosiasi dengan pemerintah. Namun, jika pemerintah selalu mengalah dan memberikan insentif berlebihan, maka potensi kerugian jangka panjang bagi negara juga sangat besar. Oleh karena itu, pemerintah perlu cermat dalam mengambil keputusan yang berdampak besar seperti ini, dengan tetap memprioritaskan kesejahteraan masyarakat dan keberlangsungan ekonomi Indonesia.

Kesimpulan

Munculnya wacana pemblokiran produk Apple dari Indonesia sebagai respons terhadap permintaan tax holiday selama 50 tahun mencerminkan ketegangan antara kebutuhan untuk menarik investasi asing dan pentingnya melindungi kedaulatan ekonomi. Permintaan Apple yang dinilai berlebihan ini menimbulkan reaksi keras dari DPR yang menganggap bahwa negara tidak boleh memberikan insentif besar tanpa perimbangan yang sepadan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun