Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Runtuhnya Sritex dan Meningkatnya Pengangguran di Indonesia

31 Oktober 2024   09:09 Diperbarui: 31 Oktober 2024   10:15 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PHK terhadap Karyawan Industri Tekstil.Dok Kompas.com (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S)

Meningkatnya pengangguran di Indonesia belakangan ini menjadi sorotan serius, terutama di tengah krisis yang melanda sektor industri tekstil. Salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau yang lebih dikenal dengan Sritex, tengah menghadapi tantangan yang berdampak luas, tidak hanya bagi perusahaan itu sendiri tetapi juga bagi ribuan pekerja yang menggantungkan hidupnya di sana. 

Krisis yang dialami Sritex menjadi gambaran nyata dari kondisi industri tekstil dalam negeri yang tengah berada di ujung tanduk, berhadapan dengan berbagai persoalan seperti utang yang menumpuk, tekanan produk impor, hingga dampak berkepanjangan dari pandemi COVID-19.

Sejarah Singkat dan Peran Sritex dalam Industri Tekstil Indonesia

Sritex berdiri sejak tahun 1966 dan berkembang menjadi salah satu pilar utama dalam industri tekstil Indonesia. Perusahaan ini memproduksi berbagai jenis kain berkualitas, termasuk seragam militer untuk dalam dan luar negeri. 

Produk-produk Sritex dikenal luas dan bahkan diekspor ke berbagai negara, membuktikan kemampuannya dalam bersaing di pasar internasional. Hingga beberapa tahun lalu, Sritex menjadi salah satu penyedia lapangan kerja terbesar di daerah Solo dan sekitarnya, yang sangat mendukung perekonomian lokal.

Namun, reputasi besar yang dibangun selama puluhan tahun mulai terguncang akibat krisis keuangan yang mendera. Masalah ini dimulai dengan akumulasi utang perusahaan yang menumpuk hingga mencapai miliaran rupiah. 

Pada 2021, perusahaan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), sebuah langkah yang menunjukkan bahwa Sritex kesulitan untuk memenuhi kewajibannya. Kondisi ini diperparah dengan situasi ekonomi global yang semakin kompleks, memaksa perusahaan untuk mengurangi skala produksi dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.

Faktor Penyebab Krisis Sritex dan Dampaknya pada Pekerja

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi krisis Sritex dan mendorong meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Pertama, persaingan dengan produk impor yang semakin kuat. Produk tekstil dari negara lain seperti China, yang memiliki harga lebih murah, masuk ke pasar Indonesia dengan harga yang sulit disaingi oleh perusahaan tekstil lokal. 

Ditambah dengan rendahnya biaya produksi di negara-negara tersebut, barang impor sering kali menjadi pilihan utama bagi konsumen lokal, membuat permintaan terhadap produk lokal berkurang drastis.

Kedua, pandemi COVID-19 yang melanda sejak 2020 telah memperburuk keadaan. Pandemi menyebabkan penurunan permintaan produk tekstil di pasar lokal dan global, serta mengganggu rantai pasokan yang selama ini menjadi tulang punggung produksi Sritex. 

Dengan adanya pembatasan wilayah dan penutupan perbatasan di berbagai negara, ekspor tekstil mengalami kendala besar, sementara di dalam negeri sendiri daya beli masyarakat menurun akibat krisis ekonomi.

Kondisi ini memaksa Sritex untuk melakukan efisiensi biaya, termasuk dengan melakukan PHK terhadap sebagian besar karyawan. Di satu sisi, langkah ini dilakukan untuk menjaga kelangsungan perusahaan, namun di sisi lain, PHK besar-besaran ini berdampak langsung pada meningkatnya jumlah pengangguran di Solo dan daerah sekitarnya, bahkan secara nasional. 

Banyak mantan karyawan yang kesulitan mencari pekerjaan baru di tengah ketatnya persaingan kerja saat ini, menambah beban sosial yang kian berat.

Meningkatnya Pengangguran: Fakta dan Data

Meningkatnya pengangguran di Indonesia bukanlah isu sepele. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia meningkat dari 6,26 juta orang pada tahun 2019 menjadi 9,77 juta orang pada tahun 2021. Angka ini memperlihatkan dampak langsung dari krisis ekonomi dan PHK yang terjadi di berbagai sektor, termasuk industri tekstil. Di Solo, dampak PHK Sritex sangat terasa dengan bertambahnya jumlah pencari kerja baru yang kesulitan memperoleh pekerjaan.

Para pekerja yang kehilangan pekerjaan juga menghadapi tantangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menjaga kesejahteraan keluarga mereka. Banyak dari mereka yang harus berpikir untuk beralih profesi atau mencari pekerjaan serabutan demi memenuhi kebutuhan, sebuah situasi yang jauh dari kondisi stabil yang mereka rasakan saat masih bekerja di Sritex.

Upaya Pemulihan Sritex: Harapan untuk Masa Depan

Meski krisis ini terasa berat, upaya pemulihan tetap menjadi tujuan utama bagi Sritex dan sektor tekstil pada umumnya. Pemerintah memiliki peran besar dalam mendukung pemulihan sektor ini, misalnya dengan memberikan kebijakan yang mendukung peningkatan daya saing industri lokal. 

Pemerintah bisa mempertimbangkan untuk memberikan insentif pajak bagi perusahaan tekstil, menurunkan biaya ekspor, atau memberikan proteksi terhadap produk impor yang harganya jauh lebih rendah.

Selain itu, inovasi dan diversifikasi produk juga sangat penting dilakukan oleh perusahaan seperti Sritex agar mampu bertahan dalam persaingan. Misalnya, Sritex dapat mempertimbangkan untuk mengembangkan produk ramah lingkungan yang kini semakin diminati pasar global. 

Produk-produk berbahan dasar serat alami yang mudah terurai dan berkelanjutan bisa menjadi langkah yang baik untuk meningkatkan nilai produk sekaligus menarik minat konsumen.

Pelatihan Kerja untuk Mengurangi Dampak Sosial

Sementara upaya pemulihan berlangsung, sangat penting untuk membantu para mantan pekerja agar mereka memiliki keterampilan yang relevan dengan sektor lain. Pemerintah dan lembaga pelatihan dapat berperan dalam memberikan program pelatihan keterampilan baru bagi para pekerja yang terkena PHK. 

Sektor digital, keterampilan teknis, atau bahkan pelatihan kewirausahaan bisa menjadi pilihan bagi mereka untuk mendapatkan peluang kerja di bidang yang berbeda.

Program-program pelatihan ini tidak hanya membantu mantan pekerja untuk memperoleh penghasilan, tetapi juga mengurangi angka pengangguran dan beban sosial.

 Jika mantan pekerja mendapatkan pelatihan yang tepat, mereka akan memiliki kemampuan untuk bersaing di pasar kerja yang semakin kompetitif, atau bahkan memulai usaha mereka sendiri. Hal ini juga akan mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sektor tekstil yang tengah menghadapi ketidakpastian.

Perlu Kerja Sama untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Krisis yang dialami Sritex menjadi pelajaran penting bagi dunia industri di Indonesia. Keadaan ini menegaskan bahwa ketergantungan pada satu sektor pekerjaan berisiko tinggi ketika terjadi krisis. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat untuk bekerja sama dalam menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan.

Dalam jangka panjang, industri tekstil di Indonesia membutuhkan dukungan kebijakan yang kuat dan berkelanjutan. Selain itu, penting bagi perusahaan untuk melakukan diversifikasi produk dan inovasi agar dapat terus bersaing di pasar global yang semakin kompetitif. Sedangkan bagi masyarakat, keterampilan dan pendidikan menjadi kunci dalam menghadapi era yang penuh tantangan ini.

Krisis yang melanda Sritex dan meningkatnya pengangguran adalah sinyal yang perlu ditanggapi dengan serius oleh semua pihak. Semoga, dengan berbagai upaya pemulihan dan inovasi, Sritex dan sektor tekstil Indonesia mampu bangkit kembali, memberikan peluang kerja, dan turut berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih stabil dan inklusif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun