Meski hormon-hormon ini penting dalam situasi darurat, paparan jangka panjang terhadap kadar adrenalin dan kortisol yang tinggi dapat berbahaya bagi kesehatan. Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat kortisol yang tinggi secara kronis dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes tipe 2, dan gangguan sistem kekebalan tubuh .
Perubahan pada Sistem Pencernaan
Salah satu efek fisik yang sering diabaikan saat marah adalah gangguan pada sistem pencernaan. Ketika kamu merasa marah, tubuh cenderung memperlambat proses pencernaan karena energi dialihkan untuk menghadapi situasi yang menimbulkan stres. Hal ini bisa menyebabkan masalah seperti mual, sakit perut, atau bahkan muntah dalam situasi yang sangat intens.
Bagi mereka yang sering mengalami marah atau stres, gangguan pencernaan seperti sindrom iritasi usus (IBS) atau peningkatan asam lambung bisa menjadi masalah yang berulang. Penelitian dari Journal of Clinical Gastroenterology menunjukkan bahwa stres emosional, termasuk kemarahan, dapat memicu gejala IBS pada banyak individu .
Gangguan Pernapasan
Selain perubahan pada sistem pencernaan, kamu mungkin juga merasakan perubahan dalam pernapasan saat marah. Marah sering kali menyebabkan napas menjadi lebih pendek dan cepat. Hal ini terjadi karena tubuh membutuhkan lebih banyak oksigen untuk mempersiapkan diri menghadapi ancaman. Bagi sebagian orang, napas pendek ini bisa memicu rasa sesak di dada atau bahkan serangan asma, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit pernapasan.
Sebuah penelitian dari Harvard Medical School menemukan bahwa individu yang sering mengalami kemarahan memiliki risiko lebih tinggi terkena gangguan pernapasan jangka panjang, seperti bronkitis kronis dan asma . Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga emosi agar tidak berlebihan, demi kesehatan pernapasanmu.
Dampak pada Wajah dan Kulit
Mungkin kamu tidak menyadarinya, tetapi ekspresi wajahmu saat marah juga bisa berdampak pada penampilan kulit dalam jangka panjang. Ketika marah, kamu cenderung mengerutkan dahi, mengepalkan rahang, atau mengerutkan bibir. Ekspresi wajah ini jika dilakukan berulang-ulang dapat memicu munculnya garis-garis halus dan keriput, terutama di area dahi dan sekitar mulut.
Selain itu, hormon stres yang dilepaskan saat marah dapat memicu masalah kulit seperti jerawat atau ruam. Kortisol, misalnya, dapat merangsang produksi minyak berlebih di kulit, yang pada akhirnya bisa menyebabkan jerawat atau masalah kulit lainnya. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Dermatology Journal menemukan bahwa stres emosional berhubungan erat dengan munculnya berbagai masalah kulit, termasuk penuaan dini dan jerawat .
Pengaruh pada Kesehatan Mental