Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Juga Sering Mendapat Pelecehan dari Siswa, Realita yang Sering Terbaikan

3 Oktober 2024   09:38 Diperbarui: 3 Oktober 2024   09:40 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan adalah salah satu pilar utama dalam pembangunan bangsa. Di balik kesuksesan siswa dalam belajar, terdapat sosok guru yang berperan sebagai pendidik, pengayom, serta pemandu di jalan kehidupan. Namun, di balik pengabdian mulia ini, ada sisi gelap yang jarang mendapat perhatian serius: guru sering menjadi korban pelecehan dari siswa mereka sendiri. Mungkin hal ini terdengar mengejutkan, tetapi realitasnya fenomena ini terjadi di berbagai sekolah, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Pelecehan yang dialami oleh guru dapat berdampak besar, bukan hanya pada kesehatan mental dan fisik mereka, tetapi juga pada kualitas pendidikan itu sendiri.

Apa Bentuk Pelecehan Terhadap Guru?

Pelecehan terhadap guru tidak selalu harus berbentuk kekerasan fisik. Ada banyak bentuk pelecehan lain yang sering kali lebih halus, namun tidak kalah menyakitkan. Pelecehan verbal, seperti kata-kata kasar, ejekan, atau penghinaan, merupakan salah satu bentuk yang paling sering terjadi. Misalnya, siswa dengan sengaja meremehkan guru di depan kelas, menyepelekan otoritas mereka, atau bahkan mempermalukan mereka secara terbuka. Lebih jauh lagi, di era digital seperti sekarang, pelecehan ini bisa terjadi melalui media sosial, di mana siswa menyebarkan konten yang mempermalukan guru, baik dalam bentuk foto, video, atau meme yang merendahkan.

Pelecehan juga bisa berbentuk intimidasi atau bullying, di mana siswa bersekongkol untuk membuat suasana kelas menjadi tidak kondusif dengan mengganggu guru saat mengajar. Dalam beberapa kasus ekstrem, ada guru yang mengalami pelecehan fisik, seperti dilempari benda atau bahkan diserang oleh siswa yang merasa tidak puas. Situasi ini menimbulkan perasaan takut, cemas, dan tidak aman bagi guru, yang pada akhirnya memengaruhi kinerja mereka di kelas.

Pelecehan Seksual Terhadap Guru: Fakta yang Menyedihkan

Guru perempuan sering kali menjadi korban pelecehan seksual oleh siswa laki-laki. Ini bisa terjadi dalam bentuk godaan tidak pantas, sentuhan yang tidak diinginkan, atau bahkan komentar vulgar tentang penampilan fisik mereka. Salah satu kasus yang sempat viral terjadi di sebuah sekolah menengah di Jawa Barat, di mana seorang guru perempuan melaporkan bahwa beberapa siswa laki-laki berulang kali membuat lelucon seksual tentang dirinya di dalam kelas. Guru tersebut merasa terintimidasi, tetapi ia memilih diam karena takut akan reaksi dari pihak sekolah dan masyarakat.

Pelecehan seksual semacam ini sangat merugikan, baik secara mental maupun emosional. Banyak guru yang merasa malu untuk melaporkan kejadian tersebut karena takut dianggap lemah atau tidak berdaya. Mereka sering kali memilih menanggung beban ini sendirian, yang berakibat pada menurunnya motivasi dan semangat mengajar. Lebih parahnya lagi, jika pelecehan semacam ini dibiarkan tanpa ada tindakan tegas, ini dapat menciptakan budaya yang merusak di dalam sekolah.

Mengapa Guru Menjadi Korban?

Ada beberapa faktor yang menyebabkan guru sering kali menjadi korban pelecehan oleh siswa. Salah satu penyebab utamanya adalah hilangnya rasa hormat terhadap otoritas guru. Di masa lalu, seorang guru dianggap sebagai figur otoritas yang harus dihormati dan ditaati. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan nilai-nilai sosial, otoritas ini perlahan-lahan terkikis. Siswa merasa lebih "berkuasa" karena memiliki akses informasi yang lebih luas melalui teknologi dan internet. Dengan mudahnya mendapatkan informasi, siswa sering merasa lebih pintar dari guru mereka, yang kemudian menyebabkan perilaku meremehkan dan tidak menghormati.

Selain itu, sistem pendidikan yang semakin berorientasi pada hasil akademis juga berkontribusi terhadap menurunnya penghormatan siswa terhadap guru. Banyak siswa yang hanya fokus pada nilai dan prestasi akademik tanpa memahami pentingnya etika dan moral dalam proses belajar. Ini diperparah dengan kurangnya pendidikan karakter yang diajarkan di rumah dan di sekolah, sehingga siswa tumbuh tanpa memahami nilai-nilai dasar seperti menghormati guru dan sesama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun