Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masalah Sampah Sulit Diselesaikan, TPA di Indonesia Tidak Berfungsi dengan Baik

5 Oktober 2024   07:52 Diperbarui: 5 Oktober 2024   07:54 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi TPA. Pixabay.com/Karuvadgraphy 

Sampah telah menjadi masalah serius di Indonesia selama bertahun-tahun. Dari perkotaan besar hingga pedesaan, tumpukan sampah yang terus membesar menjadi pemandangan sehari-hari yang tidak bisa dihindari. Setiap tahun, volume sampah di Indonesia mencapai lebih dari 64 juta ton, dengan sebagian besar berasal dari sampah rumah tangga. 

Meskipun telah ada kebijakan untuk mengatasi masalah ini, seperti pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA), kenyataannya fungsi TPA di banyak daerah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini memicu berbagai persoalan lingkungan yang berdampak langsung pada kesehatan masyarakat dan kelestarian alam. Mengapa masalah ini terus terjadi? Dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya?

Fakta Seputar TPA di Indonesia

Sebelum membahas lebih lanjut tentang masalahnya, mari kita lihat bagaimana kondisi TPA di Indonesia. Saat ini, terdapat sekitar 380 TPA di seluruh negeri. Sayangnya, hanya 10% dari TPA tersebut yang menerapkan metode pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Sisanya, sekitar 90%, masih menggunakan metode open dumping atau pembuangan terbuka, di mana sampah hanya ditumpuk tanpa pengolahan. Metode ini sangat berbahaya, karena menghasilkan gas metana yang memicu pemanasan global dan mencemari lingkungan sekitar.

Sebagai contoh, TPA Bantar Gebang di Bekasi, yang menjadi salah satu TPA terbesar di Asia Tenggara, menerima sekitar 7.000 ton sampah setiap hari dari wilayah Jakarta. Namun, sebagian besar sampah di sana tidak diolah dengan baik. Hanya sebagian kecil yang didaur ulang, sementara sisanya ditimbun, menciptakan gunung sampah setinggi puluhan meter yang menjadi ancaman bagi penduduk sekitar. Bau menyengat, pencemaran air tanah, dan gas berbahaya seperti metana adalah masalah nyata yang ditimbulkan oleh TPA yang tidak berfungsi secara optimal.

Mengapa TPA Tidak Berjalan Semestinya?

Ada beberapa alasan mengapa TPA di Indonesia tidak berjalan sesuai harapan. Pertama, kurangnya fasilitas dan teknologi yang memadai untuk mengelola sampah. Sebagian besar TPA di Indonesia hanya berfungsi sebagai tempat pembuangan akhir tanpa adanya sistem pengolahan yang efisien. Di negara-negara maju, TPA dilengkapi dengan teknologi canggih yang mampu mengubah sampah menjadi energi atau bahan daur ulang. Namun, di Indonesia, keterbatasan anggaran dan prioritas yang tidak tepat membuat teknologi tersebut belum diterapkan secara luas.

Kedua, rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemilahan sampah di tingkat rumah tangga. Kebanyakan orang masih membuang sampah secara sembarangan tanpa memisahkan antara sampah organik, plastik, dan bahan berbahaya. Padahal, pemilahan sampah sangat penting untuk mempermudah proses daur ulang dan pengolahan di TPA. Misalnya, di Jepang, pemilahan sampah sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat, di mana setiap rumah tangga memiliki sistem pemisahan yang ketat berdasarkan jenis sampah. Jika kamu melakukan hal yang sama di Indonesia, proses pengelolaan sampah akan jauh lebih mudah dan efisien.

Selain itu, lemahnya regulasi dan pengawasan dari pemerintah juga turut berkontribusi pada tidak optimalnya fungsi TPA. Banyak TPA yang dikelola secara sembarangan tanpa memperhatikan standar lingkungan. Regulasi yang ada terkadang tidak dilaksanakan dengan ketat, sehingga operator TPA tidak merasa perlu untuk melakukan pengelolaan sampah dengan benar. Akibatnya, TPA hanya menjadi lahan kosong tempat sampah menumpuk, bukan pusat pengolahan yang ramah lingkungan.

Dampak Buruk TPA yang Tidak Berfungsi

Masalah pengelolaan sampah yang buruk di TPA berdampak langsung pada lingkungan dan kesehatan masyarakat. Gas metana yang dihasilkan dari sampah organik yang membusuk di TPA merupakan salah satu gas rumah kaca yang paling berbahaya. Metana memiliki potensi pemanasan global 25 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida. Dengan semakin banyaknya sampah yang menumpuk di TPA, gas metana ini akan terus diproduksi dan mempercepat perubahan iklim.

Selain itu, sampah yang tidak diolah dengan baik juga mencemari air tanah. Ketika air hujan turun dan meresap melalui tumpukan sampah, ia akan membawa berbagai zat berbahaya seperti logam berat dan zat kimia lainnya ke dalam tanah. Pencemaran ini dapat merusak ekosistem dan mencemari sumur-sumur warga, yang bisa berujung pada masalah kesehatan serius seperti gangguan sistem saraf, kanker, dan penyakit kulit.

Kondisi di sekitar TPA yang buruk juga mempengaruhi kualitas hidup masyarakat. Di beberapa wilayah, TPA yang tidak dikelola dengan baik menimbulkan bau busuk yang menyengat, mengganggu aktivitas sehari-hari, dan menurunkan kualitas udara. Contoh nyata adalah kasus TPA di Sumur Batu, Bekasi, di mana masyarakat mengeluhkan bau busuk yang menyebar hingga radius beberapa kilometer. Masyarakat sekitar sering mengalami gangguan pernapasan akibat kualitas udara yang buruk.

Solusi untuk Mengatasi Masalah TPA di Indonesia

Meskipun masalah TPA di Indonesia terlihat kompleks, ada beberapa solusi yang bisa diambil untuk memperbaiki situasi ini. Salah satunya adalah penerapan teknologi pengolahan sampah yang lebih modern. Negara-negara seperti Swedia dan Jerman telah lama menggunakan teknologi waste-to-energy, di mana sampah dibakar untuk menghasilkan listrik. Teknologi ini tidak hanya mengurangi volume sampah secara signifikan, tetapi juga menghasilkan energi yang bisa digunakan untuk kebutuhan masyarakat. Indonesia seharusnya bisa belajar dari negara-negara ini dan mulai mengadopsi teknologi serupa di TPA-TPA besar seperti Bantar Gebang.

Selain teknologi, perlu ada peningkatan kesadaran di tingkat masyarakat tentang pentingnya pemilahan sampah. Pemerintah harus gencar melakukan kampanye edukasi tentang cara membuang sampah yang benar dan pentingnya daur ulang. Program seperti bank sampah yang telah diterapkan di beberapa daerah harus diperluas dan diberi insentif agar masyarakat lebih termotivasi untuk memilah dan mendaur ulang sampah.

Pemerintah juga harus memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap pengelolaan TPA. Standar operasional yang jelas harus diterapkan di setiap TPA, dengan pengawasan ketat untuk memastikan bahwa operator TPA mematuhi aturan yang berlaku. Jika ada pelanggaran, sanksi tegas harus diberikan agar pengelolaan sampah tidak dianggap sepele. Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa setiap TPA memiliki anggaran dan fasilitas yang cukup untuk menjalankan fungsinya dengan baik.

Peran Masyarakat dalam Mengatasi Masalah Sampah

Masalah sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kita semua. Sebagai warga negara, kamu bisa berkontribusi dengan cara yang sederhana namun berdampak besar. Mulailah memilah sampah di rumah, pisahkan sampah organik dari sampah anorganik, dan dukung program daur ulang di lingkunganmu. Selain itu, kurangi penggunaan plastik sekali pakai dan beralihlah ke produk yang lebih ramah lingkungan.

Kesadaran dan perubahan kecil yang kita lakukan di rumah bisa berdampak besar pada skala nasional. Jika setiap rumah tangga di Indonesia melakukan pemilahan sampah dengan benar, volume sampah yang harus diolah di TPA akan berkurang secara signifikan, dan proses pengolahan pun akan menjadi lebih efisien.

Kesimpulan

Polemik sampah di Indonesia memang kompleks, tetapi bukan berarti tidak bisa diselesaikan. Fungsi TPA yang tidak berjalan semestinya adalah salah satu faktor utama yang memperparah masalah ini. Namun, dengan teknologi yang tepat, regulasi yang kuat, dan partisipasi aktif dari masyarakat, kita bisa mengubah TPA menjadi pusat pengolahan sampah yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Sekaranglah waktunya bagi kita semua untuk bertindak, demi lingkungan yang lebih sehat dan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun