Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Sisi Gelap di Balik Kemudahan PayLater, Banyak Gen Z yang Terlilit Utang

2 Oktober 2024   15:22 Diperbarui: 2 Oktober 2024   15:39 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudahan berbelanja di era digital semakin menjadi-jadi dengan hadirnya berbagai metode pembayaran instan, salah satunya adalah PayLater. Fitur ini memungkinkan kita untuk membeli barang atau jasa terlebih dahulu, kemudian membayarnya nanti, sering kali tanpa bunga dalam jangka waktu tertentu. Tidak mengherankan, generasi muda, khususnya Gen Z, begitu cepat mengadopsi metode pembayaran ini. Namun, di balik kenyamanan yang ditawarkan, ada sisi gelap yang mengintai: banyak pengguna, terutama Gen Z, yang terlilit utang karena penggunaan PayLater yang tidak bijak.

PayLater: Kemudahan atau Jebakan?

Secara konsep, PayLater hadir untuk memudahkan transaksi, terutama bagi mereka yang belum memiliki akses ke kartu kredit atau metode pembayaran konvensional lainnya. Proses aktivasi yang cepat, persyaratan yang minim, serta akses instan untuk membeli barang membuat PayLater sangat menggoda. Kamu hanya perlu mendaftarkan diri, melalui verifikasi sederhana, dan kemudian bisa langsung berbelanja tanpa harus membayar di muka.

Namun, di balik kemudahan tersebut, banyak yang gagal memahami konsekuensi finansial dari layanan ini. Gen Z, yang lahir dan tumbuh di era serba digital, cenderung memiliki gaya hidup konsumtif yang dipengaruhi oleh tren media sosial dan dorongan untuk selalu terlihat 'up-to-date'. Tanpa disadari, mereka sering kali mengabaikan risiko keuangan yang datang bersama penggunaan layanan ini. Menurut survei oleh Katadata Insight Center pada 2023, sebanyak 43% pengguna PayLater di Indonesia adalah generasi muda, dengan persentase besar di antaranya mengalami kesulitan melunasi tagihan tepat waktu.

Minimnya Literasi Keuangan di Kalangan Gen Z

Salah satu penyebab utama banyaknya Gen Z yang terlilit utang melalui PayLater adalah rendahnya literasi keuangan. Sebuah laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2022 menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan di Indonesia masih berada di bawah 40%, dengan Gen Z sebagai salah satu kelompok yang paling minim pengetahuannya. Kebanyakan dari mereka tidak menyadari bahwa meskipun tanpa bunga di awal, biaya denda dan bunga keterlambatan yang dikenakan oleh penyedia layanan PayLater bisa sangat membebani jika tagihan tidak dilunasi tepat waktu.

Pengguna sering kali hanya melihat kemudahan di depan mata tanpa memperhitungkan kemampuan finansial jangka panjang. Sebagai contoh, banyak yang tergoda untuk membeli barang-barang dengan harga yang sebenarnya di luar jangkauan mereka, seperti gadget terbaru atau pakaian bermerek. Dengan adanya fitur PayLater, mereka merasa bisa mengatasi keinginan tersebut tanpa memikirkan beban pembayaran di kemudian hari. Ironisnya, ketika jatuh tempo tiba, mereka kerap kali kebingungan karena belum memiliki dana yang cukup untuk melunasi tagihan tersebut. Inilah yang kemudian memicu masalah utang yang terus menumpuk.

Bunga dan Denda: Beban Finansial yang Tak Disadari

Meski layanan PayLater sering kali dipromosikan sebagai solusi pembayaran yang mudah dan tanpa bunga, kenyataannya tidak selalu demikian. Jika pembayaran dilakukan tepat waktu, mungkin pengguna tidak akan dikenakan bunga. Namun, bagi mereka yang terlambat atau lupa membayar, denda dan bunga yang dikenakan bisa sangat memberatkan. Misalnya, salah satu platform PayLater populer di Indonesia mengenakan bunga hingga 2,95% per bulan untuk pembayaran yang melewati jatuh tempo. Jika tidak segera dilunasi, jumlah tagihan bisa berlipat ganda dalam hitungan bulan.

Tak hanya itu, beberapa platform juga mengenakan biaya administrasi yang tersembunyi, yang membuat total tagihan bisa jauh lebih besar dari yang diantisipasi. Bayangkan saja, dengan keterlambatan pembayaran satu bulan, kamu bisa saja harus membayar hingga dua kali lipat dari harga barang yang kamu beli. Dampak finansial seperti ini bisa sangat menyulitkan, terutama bagi mereka yang masih memiliki penghasilan terbatas atau bahkan belum memiliki sumber pendapatan tetap.

Realitas Finansial Gen Z: Gaya Hidup vs Kemampuan Keuangan

Gen Z sering kali dikaitkan dengan gaya hidup yang serba cepat dan penuh dengan dorongan impulsif, terutama dalam hal belanja. Terpengaruh oleh tren di media sosial, mereka cenderung lebih konsumtif dibandingkan generasi sebelumnya. Menurut survei yang dilakukan oleh Nielsen pada 2022, 65% dari Gen Z di Indonesia mengaku sering membeli produk yang mereka lihat di platform media sosial seperti Instagram atau TikTok. Keinginan untuk selalu terlihat mengikuti tren inilah yang sering mendorong mereka menggunakan layanan seperti PayLater untuk mendapatkan barang-barang tersebut.

Namun, gaya hidup konsumtif ini sering kali tidak sebanding dengan kemampuan finansial mereka. Banyak dari Gen Z yang masih berada di bangku kuliah atau baru saja memulai karier, sehingga penghasilan yang mereka miliki terbatas. Ketika mereka memutuskan untuk menggunakan PayLater tanpa perencanaan yang matang, mereka akhirnya terjebak dalam lingkaran utang yang sulit diputuskan. Tanpa adanya pengelolaan keuangan yang baik, masalah ini bisa menjadi bom waktu yang mengancam kestabilan finansial mereka di masa depan.

Bukti Nyata: Kasus Nyata Pengguna PayLater yang Terjerat Utang

Banyak kasus nyata yang memperlihatkan bagaimana PayLater bisa membawa masalah finansial serius bagi penggunanya. Sebagai contoh, Dina (nama samaran) , seorang mahasiswa berusia 23 tahun, menceritakan pengalamannya dalam menggunakan PayLater. Awalnya, ia merasa sangat terbantu dengan kemudahan yang ditawarkan. Namun, tanpa sadar, ia terus menggunakan layanan tersebut untuk berbagai pembelian yang tidak terlalu penting, mulai dari baju, kosmetik, hingga makanan.

Ketika tagihan mulai menumpuk, Dina mulai kesulitan melunasi semuanya. Dengan penghasilan yang terbatas dari pekerjaan paruh waktu, ia terpaksa meminjam uang dari teman dan keluarganya untuk melunasi utang PayLater yang semakin membesar. Pengalaman ini menjadi pelajaran berharga bagi Dina, tetapi tidak semua orang memiliki kesadaran yang sama. Banyak dari mereka yang terus-menerus menggunakan PayLater tanpa memikirkan konsekuensinya, hingga akhirnya terjebak dalam masalah utang yang lebih besar.

Solusi: Bijak Menggunakan PayLater

Menggunakan PayLater sebenarnya bukan masalah jika dilakukan dengan bijak. Kuncinya adalah memahami batas kemampuan finansial kamu dan selalu memastikan bahwa kamu mampu melunasi tagihan tepat waktu. Sebelum memutuskan untuk menggunakan layanan ini, penting untuk bertanya pada diri sendiri: Apakah barang yang ingin dibeli benar-benar diperlukan? Apakah kamu memiliki cukup dana untuk membayar tagihan pada waktunya?

Selain itu, penting juga untuk memperhatikan syarat dan ketentuan dari setiap platform PayLater yang kamu gunakan. Jangan tergiur dengan promosi tanpa memahami risiko yang bisa muncul, seperti denda keterlambatan atau biaya tambahan lainnya. Mengelola keuangan dengan baik adalah kunci untuk terhindar dari jeratan utang yang bisa menghancurkan kestabilan finansial kamu di masa depan.

Kesimpulan

Pada akhirnya, PayLater memang menawarkan kemudahan dan fleksibilitas dalam berbelanja. Namun, jika tidak digunakan dengan bijak, kemudahan ini bisa berubah menjadi jebakan yang menjerat kamu dalam utang yang sulit dilunasi. Gen Z sebagai generasi yang tumbuh di era digital perlu lebih sadar akan pentingnya literasi keuangan dan pengelolaan diri dalam berbelanja. Dengan begitu, mereka bisa tetap menikmati manfaat dari PayLater tanpa harus menghadapi konsekuensi finansial yang merugikan di kemudian hari.

Menggunakan layanan ini secara bijak adalah bentuk tanggung jawab finansial yang tidak hanya berdampak pada masa kini, tetapi juga masa depan. Literasi keuangan adalah kunci untuk menjaga keseimbangan antara gaya hidup modern dan kesehatan keuangan pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun