Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

FOMO Skincare Menghantui Remaja, Apa Dampaknya?

28 September 2024   13:12 Diperbarui: 28 September 2024   13:16 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena Fear of Missing Out atau yang lebih dikenal dengan FOMO telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan remaja masa kini. Dengan berkembangnya media sosial dan budaya konsumsi, FOMO semakin kuat terasa, terutama dalam hal perawatan kulit atau skincare. 

Banyak remaja merasa khawatir tertinggal dari tren skincare terbaru dan terpancing untuk membeli produk-produk yang sedang viral, meskipun belum tentu mereka membutuhkannya. Mereka takut ketinggalan sesuatu yang bisa membuat penampilan mereka lebih baik, lebih segar, atau lebih "in". 

Namun, apakah kebiasaan ini berdampak positif atau justru memunculkan masalah baru? Artikel ini akan membahas dampak dari FOMO skincare yang menghantui para remaja serta memberikan wawasan tentang bagaimana menyikapinya dengan bijak.

Meningkatnya Konsumerisme Tak Terkontrol

FOMO dalam konteks skincare telah menciptakan budaya konsumtif yang cukup mengkhawatirkan di kalangan remaja. Banyak dari mereka membeli produk skincare secara impulsif hanya karena melihat rekomendasi dari influencer atau selebriti di media sosial, tanpa mempertimbangkan kondisi kulit mereka sendiri. 

Hal ini disebabkan oleh rasa takut tertinggal dari tren kecantikan yang sedang berlangsung. Misalnya, ketika ada produk baru yang diklaim mampu memberikan hasil instan, remaja langsung merasa terdorong untuk memilikinya agar tidak terlihat "ketinggalan zaman."

Kondisi ini diperburuk oleh banyaknya informasi yang berseliweran di internet, membuat remaja sulit membedakan mana yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka. Seorang remaja dengan jenis kulit berminyak mungkin akan tergoda untuk membeli produk yang ditujukan bagi kulit kering hanya karena produk tersebut sedang populer. 

Akibatnya, mereka justru mengalami masalah kulit yang baru seperti jerawat, iritasi, atau bahkan kerusakan kulit yang lebih parah. Bukannya mendapatkan kulit yang sehat, mereka justru merusak keseimbangan alami kulit karena tidak paham betul mengenai apa yang mereka butuhkan.

Tekanan Sosial yang Meningkat

Selain menciptakan kebiasaan belanja yang impulsif, FOMO skincare juga memperbesar tekanan sosial yang dirasakan oleh remaja. Media sosial dipenuhi dengan gambar influencer dan selebriti yang memperlihatkan kulit mulus dan bercahaya, membuat standar kecantikan semakin tinggi dan sulit dijangkau. 

Para remaja, yang masih berada dalam fase pencarian jati diri, merasa bahwa mereka harus tampil sempurna seperti yang mereka lihat di layar. Akibatnya, mereka terus membandingkan diri dengan orang lain, merasa tidak cukup baik, dan mengembangkan perasaan kurang percaya diri.

Tekanan ini tidak hanya datang dari lingkungan sosial, tetapi juga dari diri sendiri. Banyak remaja yang merasa bahwa penampilan kulit mereka mencerminkan nilai diri mereka. Ketika kulit mereka tidak sebaik yang mereka lihat di media sosial, mereka mulai merasa rendah diri dan khawatir akan penilaian orang lain. 

Padahal, kenyataan di balik gambar-gambar tersebut sering kali tidak sesuai dengan ekspektasi. Banyak influencer yang menggunakan filter atau teknik editing untuk mendapatkan hasil yang sempurna, sesuatu yang sering kali tidak disadari oleh remaja.

Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh The Dove Global Beauty and Confidence Report, sekitar 7 dari 10 wanita muda merasa bahwa tekanan untuk tampil sempurna di media sosial berdampak negatif pada kepercayaan diri mereka. Survei ini juga menunjukkan bahwa remaja perempuan lebih rentan terhadap tekanan ini, dan sering kali menggunakan produk skincare sebagai cara untuk mencapai standar kecantikan yang tidak realistis tersebut.

Dampak Finansial yang Tidak Disadari

Selain dampak psikologis, FOMO skincare juga membawa dampak negatif dari segi finansial. Kebiasaan mengikuti tren tanpa berpikir panjang membuat remaja cenderung menghabiskan uang mereka untuk produk yang sebenarnya tidak dibutuhkan. 

Banyak dari mereka menghabiskan uang jajan atau meminta uang lebih dari orang tua hanya demi membeli produk skincare yang sedang viral. Bahkan, tidak sedikit remaja yang rela menggunakan tabungan mereka atau berutang kepada teman untuk bisa memiliki produk terbaru yang diiklankan oleh idola mereka.

Pengeluaran ini tentu saja tidak sedikit. Produk skincare, terutama yang populer dan diendorse oleh selebriti atau influencer, sering kali memiliki harga yang tinggi. Sebagai contoh, satu set perawatan kulit dari merek ternama bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. 

Jika kebiasaan ini terus berlanjut, remaja bisa mengalami kesulitan finansial yang tidak perlu. Mereka menjadi konsumen yang tidak bijak dan akhirnya kehilangan kemampuan untuk mengelola uang secara efektif.

Fenomena ini juga bisa memicu perilaku belanja impulsif yang berdampak jangka panjang. Ketika remaja terbiasa mengeluarkan uang untuk produk-produk yang tidak benar-benar mereka butuhkan, mereka akan kesulitan mengontrol keinginan untuk berbelanja di masa depan. Akibatnya, mereka tidak hanya merusak keuangan pribadi tetapi juga membentuk kebiasaan konsumsi yang tidak sehat.

Kesehatan Mental yang Terancam

Tidak dapat dipungkiri, FOMO skincare juga berdampak pada kesehatan mental remaja. Tekanan untuk selalu tampil sempurna, ditambah dengan kekhawatiran terus-menerus karena merasa tertinggal dari tren, dapat menyebabkan stres dan kecemasan. 

Remaja yang terus membandingkan diri dengan orang lain di media sosial sering kali merasa tidak puas dengan penampilan mereka, meskipun sudah menggunakan berbagai produk skincare. Rasa cemas ini lambat laun bisa berkembang menjadi gangguan kecemasan atau depresi.

Remaja yang terjebak dalam siklus ini mungkin merasa lelah secara emosional. Alih-alih merawat diri dengan penuh cinta dan perhatian, mereka terjebak dalam pola pikir bahwa mereka tidak pernah cukup. Mereka menjadi terobsesi untuk mendapatkan kulit yang sempurna, yang pada akhirnya justru memperburuk kesejahteraan mental mereka. 

Pada tahap tertentu, mereka bahkan bisa kehilangan kesenangan dalam menjalani rutinitas perawatan kulit, karena yang ada di pikiran mereka hanyalah hasil akhir yang tidak pernah sempurna di mata mereka sendiri.

Pentingnya Sikap Bijak dalam Menghadapi Tren Skincare

Untuk keluar dari jerat FOMO skincare, penting bagi remaja untuk mulai memahami bahwa tren bukanlah sesuatu yang harus selalu diikuti. Setiap orang memiliki jenis kulit yang berbeda-beda dan kebutuhan yang unik. Apa yang cocok untuk satu orang belum tentu cocok untuk orang lain. Oleh karena itu, daripada terburu-buru mengikuti tren, remaja sebaiknya lebih fokus pada kebutuhan kulit mereka sendiri.

Salah satu langkah bijak yang bisa dilakukan adalah dengan berkonsultasi kepada dokter kulit atau ahli kecantikan. Dengan demikian, remaja bisa mendapatkan rekomendasi yang lebih tepat sesuai dengan kondisi kulit mereka. 

Selain itu, remaja juga perlu belajar untuk lebih kritis terhadap informasi yang mereka dapatkan di media sosial. Tidak semua produk yang viral cocok untuk semua jenis kulit, dan tidak semua klaim kecantikan yang mereka lihat di internet sesuai dengan realitas.

Menyadari bahwa kecantikan sejati bukan hanya soal tampilan luar, tetapi juga tentang kesehatan dan rasa percaya diri, dapat membantu remaja untuk lebih percaya pada diri sendiri. Kesehatan kulit yang baik tidak selalu datang dari produk mahal atau tren terbaru, tetapi dari perawatan yang tepat dan konsisten sesuai dengan kebutuhan pribadi.

Kesimpulan

FOMO skincare adalah fenomena yang bisa membawa dampak negatif bagi remaja, baik dari segi fisik, psikologis, finansial, maupun kesehatan mental. Tekanan sosial untuk selalu tampil sempurna, konsumsi produk yang tidak sesuai dengan kebutuhan, serta ketidakpuasan yang terus-menerus bisa membuat remaja terjebak dalam lingkaran yang tidak sehat. 

Oleh karena itu, sangat penting bagi remaja untuk lebih bijak dalam menyikapi tren skincare. Fokuslah pada apa yang dibutuhkan kulitmu, bukan sekadar mengikuti apa yang sedang populer di media sosial. Dengan demikian, kamu bisa merawat kulit dengan cara yang benar, tanpa harus terbebani oleh standar kecantikan yang tidak realistis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun