Para remaja, yang masih berada dalam fase pencarian jati diri, merasa bahwa mereka harus tampil sempurna seperti yang mereka lihat di layar. Akibatnya, mereka terus membandingkan diri dengan orang lain, merasa tidak cukup baik, dan mengembangkan perasaan kurang percaya diri.
Tekanan ini tidak hanya datang dari lingkungan sosial, tetapi juga dari diri sendiri. Banyak remaja yang merasa bahwa penampilan kulit mereka mencerminkan nilai diri mereka. Ketika kulit mereka tidak sebaik yang mereka lihat di media sosial, mereka mulai merasa rendah diri dan khawatir akan penilaian orang lain.Â
Padahal, kenyataan di balik gambar-gambar tersebut sering kali tidak sesuai dengan ekspektasi. Banyak influencer yang menggunakan filter atau teknik editing untuk mendapatkan hasil yang sempurna, sesuatu yang sering kali tidak disadari oleh remaja.
Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh The Dove Global Beauty and Confidence Report, sekitar 7 dari 10 wanita muda merasa bahwa tekanan untuk tampil sempurna di media sosial berdampak negatif pada kepercayaan diri mereka. Survei ini juga menunjukkan bahwa remaja perempuan lebih rentan terhadap tekanan ini, dan sering kali menggunakan produk skincare sebagai cara untuk mencapai standar kecantikan yang tidak realistis tersebut.
Dampak Finansial yang Tidak Disadari
Selain dampak psikologis, FOMO skincare juga membawa dampak negatif dari segi finansial. Kebiasaan mengikuti tren tanpa berpikir panjang membuat remaja cenderung menghabiskan uang mereka untuk produk yang sebenarnya tidak dibutuhkan.Â
Banyak dari mereka menghabiskan uang jajan atau meminta uang lebih dari orang tua hanya demi membeli produk skincare yang sedang viral. Bahkan, tidak sedikit remaja yang rela menggunakan tabungan mereka atau berutang kepada teman untuk bisa memiliki produk terbaru yang diiklankan oleh idola mereka.
Pengeluaran ini tentu saja tidak sedikit. Produk skincare, terutama yang populer dan diendorse oleh selebriti atau influencer, sering kali memiliki harga yang tinggi. Sebagai contoh, satu set perawatan kulit dari merek ternama bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah.Â
Jika kebiasaan ini terus berlanjut, remaja bisa mengalami kesulitan finansial yang tidak perlu. Mereka menjadi konsumen yang tidak bijak dan akhirnya kehilangan kemampuan untuk mengelola uang secara efektif.
Fenomena ini juga bisa memicu perilaku belanja impulsif yang berdampak jangka panjang. Ketika remaja terbiasa mengeluarkan uang untuk produk-produk yang tidak benar-benar mereka butuhkan, mereka akan kesulitan mengontrol keinginan untuk berbelanja di masa depan. Akibatnya, mereka tidak hanya merusak keuangan pribadi tetapi juga membentuk kebiasaan konsumsi yang tidak sehat.
Kesehatan Mental yang Terancam