Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Gen Z Banyak Mengalami Gangguan Tidur, Normalkah?

23 September 2024   18:46 Diperbarui: 23 September 2024   18:49 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Orang Muda Mengalami Gangguan Tidur dan Cemas. Pixabay.com/Myriams-Fotos 

Generasi Z, kelompok yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, mengalami banyak perubahan dalam cara mereka menjalani hidup dibandingkan generasi sebelumnya. Salah satu fenomena yang semakin sering ditemui adalah gangguan tidur. Banyak dari mereka yang mengeluhkan sulit tidur, tidur yang tidak nyenyak, hingga terbangun dengan perasaan lelah meski telah tidur selama beberapa jam. Masalah tidur ini menjadi semakin signifikan karena tidak hanya memengaruhi kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental dan produktivitas sehari-hari. Lantas, mengapa begitu banyak Gen Z yang mengalami gangguan tidur? Faktor apa saja yang memengaruhi kualitas tidur mereka, dan apa dampaknya?

Salah satu alasan utama mengapa Gen Z mengalami gangguan tidur adalah karena ketergantungan yang tinggi terhadap teknologi. Perangkat elektronik seperti smartphone, laptop, dan televisi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Penggunaan perangkat ini sering kali berlanjut hingga larut malam, bahkan beberapa jam sebelum tidur. Hal ini mengakibatkan paparan berlebihan terhadap cahaya biru, yang diketahui dapat menghambat produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur. Penelitian menunjukkan bahwa paparan cahaya biru dari layar perangkat elektronik dapat menunda waktu tidur hingga 90 menit. Akibatnya, tubuh tidak siap untuk beristirahat pada waktu yang seharusnya, membuat mereka sulit tidur atau mengalami tidur yang terputus-putus.

Selain itu, kehidupan di era digital juga membawa tekanan sosial yang lebih besar bagi generasi ini. Media sosial, yang seharusnya menjadi platform untuk bersosialisasi dan hiburan, justru sering menjadi sumber stres. Generasi Z terpapar terus-menerus pada gambaran ideal tentang kesuksesan, kecantikan, dan kehidupan yang sempurna, yang ditampilkan oleh teman-teman atau tokoh-tokoh terkenal di media sosial. Tekanan ini sering membuat mereka merasa tidak cukup baik, yang akhirnya menimbulkan kecemasan dan stres berlebihan. Akibatnya, pikiran mereka terus dipenuhi oleh kekhawatiran dan perasaan tidak percaya diri, yang membuat tidur menjadi tugas yang sulit. Penelitian dari American Psychological Association (APA) menunjukkan bahwa 45% dari Generasi Z mengaku mengalami kecemasan atau stres terkait media sosial, dan hal ini berdampak langsung pada kualitas tidur mereka.

Tidak hanya itu, Gen Z juga menghadapi tekanan akademik dan karier yang semakin tinggi. Tuntutan untuk meraih prestasi di sekolah, kuliah, atau pekerjaan mendorong mereka untuk begadang demi menyelesaikan tugas atau mempersiapkan diri menghadapi ujian. Banyak dari mereka yang merasa bahwa waktu tidur adalah waktu yang bisa "dikorbankan" demi mencapai tujuan akademik atau profesional. Padahal, kurang tidur justru dapat menurunkan kemampuan kognitif dan produktivitas pada siang hari. Studi dari National Sleep Foundation menemukan bahwa kurang tidur dapat menurunkan performa akademik hingga 40%. Selain itu, begadang secara rutin dapat merusak pola tidur alami dan menyebabkan masalah kesehatan serius seperti gangguan metabolisme, obesitas, dan risiko penyakit jantung.

Tekanan hidup yang semakin tinggi juga berkontribusi pada meningkatnya kasus masalah kesehatan mental di kalangan Gen Z. Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa gangguan kecemasan dan depresi pada remaja dan dewasa muda meningkat lebih dari 30% dalam dekade terakhir. Kesehatan mental yang buruk sering kali berhubungan erat dengan gangguan tidur. Orang yang mengalami kecemasan cenderung mengalami kesulitan untuk "mematikan" pikiran mereka pada malam hari, membuat mereka terjaga lebih lama. Sementara itu, mereka yang mengalami depresi mungkin mengalami gangguan tidur dalam bentuk insomnia atau justru tidur terlalu banyak namun tetap merasa lelah.

Tak hanya itu, pola makan juga memainkan peran penting dalam gangguan tidur yang dialami oleh Gen Z. Konsumsi kafein berlebihan, yang sering ditemukan dalam minuman energi, kopi, atau teh, menjadi salah satu penyebab utama. Banyak di antara mereka yang menggunakan kafein untuk tetap terjaga sepanjang hari, terutama setelah begadang atau tidur yang tidak nyenyak. Sayangnya, kafein memiliki efek jangka panjang yang dapat bertahan selama 6 hingga 8 jam di dalam tubuh, sehingga ketika malam tiba, efek kafein masih ada dan menghambat kemampuan mereka untuk tidur dengan nyenyak. Sebuah penelitian dari Harvard Medical School menemukan bahwa konsumsi kafein setelah pukul 2 siang dapat mengganggu kualitas tidur hingga 25%.

Gangguan tidur yang berkepanjangan ini tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga pada kualitas hidup secara keseluruhan. Tidur yang kurang atau tidak berkualitas dapat meningkatkan risiko terkena penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas. Lebih jauh lagi, kurang tidur dapat merusak kesehatan mental, meningkatkan risiko kecemasan, depresi, bahkan gangguan bipolar. Tanpa tidur yang cukup, kemampuan untuk mengelola emosi dan stres juga menurun, membuat kamu lebih rentan terhadap masalah emosional.

Lalu, bagaimana cara Gen Z dapat memperbaiki pola tidur mereka? Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah mengurangi paparan cahaya biru sebelum tidur. Matikan perangkat elektronik setidaknya satu jam sebelum tidur dan ciptakan rutinitas yang menenangkan, seperti membaca buku atau mendengarkan musik yang menenangkan. Penelitian menunjukkan bahwa mengurangi penggunaan perangkat elektronik pada malam hari dapat meningkatkan kualitas tidur hingga 30%.

Selain itu, penting bagi kamu untuk mengelola stres dengan lebih baik. Meditasi atau latihan pernapasan dapat membantu menenangkan pikiran sebelum tidur. Kamu juga bisa mencoba menulis jurnal untuk meredakan pikiran yang mengganggu. Jika kamu mengalami tekanan di sekolah atau pekerjaan, buatlah jadwal yang lebih teratur dan realistis agar tidak harus begadang demi menyelesaikan semua tugas.

Mengatur pola makan juga penting untuk mendukung tidur yang lebih baik. Hindari konsumsi kafein di sore atau malam hari, dan pastikan kamu mengonsumsi makanan yang seimbang. Makanan yang kaya akan magnesium, seperti pisang dan kacang-kacangan, dapat membantu tubuh untuk lebih rileks dan mempersiapkan diri untuk tidur.

Gen Z perlu lebih sadar bahwa tidur bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Tidur yang cukup dan berkualitas adalah fondasi penting bagi kesehatan fisik dan mental. Dengan memperbaiki kebiasaan tidur, kamu tidak hanya akan merasa lebih segar di pagi hari, tetapi juga mampu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan secara keseluruhan. Tantangan yang kamu hadapi memang besar, tetapi dengan kesadaran dan langkah yang tepat, gangguan tidur bisa diatasi dan kualitas hidup pun akan meningkat secara signifikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun