Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sistem Zonasi adalah Bentuk Diskriminasi?

21 September 2024   19:20 Diperbarui: 21 September 2024   19:21 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dilema Orang Tua dan Pindah Domisili

Tak hanya berdampak pada siswa, sistem zonasi juga menciptakan dilema besar bagi orang tua. Bagi banyak orang tua, memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak mereka adalah prioritas utama. Namun, dengan sistem zonasi yang mengutamakan jarak tempat tinggal, beberapa orang tua merasa terpaksa harus mengambil langkah drastis demi memastikan anak mereka diterima di sekolah favorit. Salah satu praktik yang cukup sering terjadi adalah pindah domisili hanya untuk berada di dalam zona sekolah unggulan.

Kamu mungkin bertanya-tanya, apakah ini solusi yang tepat? Pindah domisili demi pendidikan bisa jadi sebuah keputusan yang berat, terutama bagi keluarga dengan kondisi ekonomi terbatas. Tidak semua orang tua memiliki fleksibilitas untuk memindahkan tempat tinggal hanya demi memastikan anak mereka diterima di sekolah yang diinginkan. Praktik ini pada akhirnya menunjukkan bahwa sistem zonasi memaksa orang tua melakukan hal-hal yang seharusnya tidak perlu dilakukan jika akses terhadap pendidikan berkualitas lebih merata di seluruh wilayah.

Bagi sebagian orang, sistem zonasi mungkin terlihat sebagai langkah yang rasional untuk mengatur distribusi siswa di berbagai sekolah. Namun, jika orang tua harus sampai pindah tempat tinggal demi pendidikan anak, apakah itu menunjukkan bahwa sistem ini benar-benar bekerja dengan baik? Dilema ini mencerminkan ketidakseimbangan yang muncul sebagai dampak dari sistem zonasi, di mana orang tua merasa terjebak antara keinginan untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak mereka dan kenyataan bahwa zonasi membatasi pilihan mereka.

Harapan untuk Perbaikan Sistem

Di tengah segala kritik dan perdebatan yang muncul, penting bagi kita untuk melihat tujuan awal dari sistem zonasi. Sistem ini sebenarnya bertujuan baik, yakni untuk memberikan akses yang lebih merata kepada semua siswa, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Zonasi juga diharapkan dapat mendorong pemerataan kualitas pendidikan di berbagai daerah, sehingga tidak ada lagi sekolah yang dianggap lebih unggul atau lebih rendah. Dengan sistem yang adil, setiap siswa seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan mendapatkan pendidikan yang layak.

Namun, seperti halnya kebijakan lainnya, sistem zonasi memerlukan evaluasi yang mendalam. Pemerintah perlu mendengarkan keluhan dan masukan dari masyarakat untuk memastikan bahwa sistem ini tidak menciptakan diskriminasi baru yang merugikan siswa berprestasi atau mereka yang tinggal di daerah terpencil. Langkah-langkah perbaikan perlu diambil, seperti peningkatan kualitas sekolah di seluruh daerah, agar semua siswa bisa mendapatkan pendidikan yang setara, tanpa memandang di mana mereka tinggal.

Mungkin kamu berpikir, apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki sistem ini? Salah satu solusi yang dapat dipertimbangkan adalah mengombinasikan sistem zonasi dengan faktor prestasi akademik, sehingga siswa yang berprestasi tetap memiliki kesempatan untuk diterima di sekolah unggulan meskipun mereka tinggal di luar zona. Selain itu, pemerintah perlu lebih serius dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerah-daerah yang kurang berkembang, agar tidak ada lagi ketimpangan dalam akses terhadap pendidikan berkualitas.

Pada akhirnya, sistem zonasi seharusnya tidak menjadi penghalang bagi anak-anak untuk mengembangkan potensi mereka. Sebaliknya, sistem pendidikan yang ideal adalah sistem yang memberikan kesempatan yang adil dan merata bagi semua anak bangsa, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau geografis. Hanya dengan demikian, kita dapat mewujudkan cita-cita pendidikan yang inklusif dan berkeadilan bagi seluruh anak-anak Indonesia.

Penting bagi kamu sebagai bagian dari masyarakat untuk memahami isu ini secara mendalam. Dengan memahami baik buruknya sistem zonasi, kamu bisa ikut serta dalam memberikan masukan dan dorongan kepada pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun