Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hentikan Stigma Negatif terhadap Anak Autisme: Mari Memahami, Menerima dan Berempati

26 Agustus 2024   20:56 Diperbarui: 26 Agustus 2024   21:51 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini, dunia sudah semakin maju. Teknologi, ilmu pengetahuan, dan pemahaman tentang berbagai aspek kehidupan telah mengalami perkembangan pesat. Namun, sayangnya, ada satu hal yang masih sering tertinggal di belakang, yaitu pemahaman dan cara pandang  kita tentang autisme dan cara kita memperlakukan anak-anak yang hidup dengan kondisi ini. 

Stigma yang melekat pada anak autisme masih sangat kuat di masyarakat kita. Stigma ini tidak hanya merugikan anak-anak tersebut, tetapi juga berdampak pada keluarga mereka.

Kamu mungkin pernah mendengar atau bahkan melihat sendiri bagaimana anak-anak autisme sering kali dipandang sebelah mata. Mereka dianggap "berbeda," dan sayangnya, perbedaan ini sering kali diterjemahkan sebagai sesuatu yang negatif. 

Anak-anak autisme kerap kali diisolasi, dijauhi, atau bahkan diabaikan. Mereka mungkin tidak seperti anak-anak lain dalam hal cara berkomunikasi atau berinteraksi sosial, tetapi bukan berarti mereka tidak memiliki kelebihan atau potensi yang bisa dikembangkan. Ironisnya, stigma ini tidak hanya datang dari masyarakat umum, tetapi juga dari lingkungan yang seharusnya mendukung mereka, seperti sekolah dan keluarga besar.

Mengapa stigma ini bisa terjadi? Salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang apa itu autisme. Autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang mempengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan dunia di sekitarnya. Ini bukanlah penyakit yang bisa disembuhkan, tetapi sebuah kondisi yang memerlukan pendekatan dan dukungan yang tepat agar anak-anak yang mengalaminya bisa berkembang secara optimal. 

Autisme adalah spektrum, yang berarti setiap individu dengan autisme memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda. Namun, yang sering terjadi adalah masyarakat hanya melihat sisi negatif dari autisme dan mengabaikan potensi yang dimiliki oleh anak-anak ini.

Kamu harus menyadari bahwa anak-anak autisme memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh anak-anak lainnya. Beberapa dari mereka mungkin memiliki kepekaan luar biasa terhadap suara, warna, atau tekstur. Ada juga yang memiliki bakat luar biasa dalam bidang-bidang tertentu seperti matematika, seni, atau musik. Namun, karena stigma yang ada, banyak dari mereka yang tidak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan bakat-bakat tersebut. 

Mereka lebih sering dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan standar "normal" yang ditetapkan oleh masyarakat, tanpa mempertimbangkan bahwa standar ini tidak selalu sesuai dengan kebutuhan mereka.

Lalu, bagaimana kita bisa mengubah stigma ini? Pertama-tama, kita perlu mengedukasi diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita tentang apa itu autisme. Pengetahuan adalah kunci untuk menghilangkan stigma.

Dengan memahami bahwa autisme adalah bagian dari keragaman cara kerja otak manusia, kita bisa mulai melihat anak-anak autisme bukan sebagai masalah, tetapi sebagai individu yang memiliki cara pandang unik terhadap dunia. Kita juga perlu mengubah cara kita berkomunikasi dengan mereka. 

Alih-alih menuntut mereka untuk menyesuaikan diri dengan cara kita berkomunikasi, kita bisa mencari cara yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka. Ini bisa dimulai dari hal-hal sederhana seperti memberikan lebih banyak waktu bagi mereka untuk merespons atau menggunakan alat bantu komunikasi jika diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun