Selain itu, tantangan yang paling sering diabaikan namun sangat berpengaruh adalah stigma yang masih melekat kuat di masyarakat.Â
Anak berkebutuhan khusus sering kali dianggap sebagai "aib" dan tidak jarang mengalami diskriminatif. Kondisi ini tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah, tetapi juga di lingkungan sosial bahkan keluarga mereka.Â
Misalnya, ketika anak berkebutuhan khusus berusaha berbaur di masyarakat, mereka sering kali dijauhi atau bahkan diolok-olok. Kondisi seperti ini tidak hanya melukai perasaan mereka tetapi juga dapat menghambat perkembangan sosial dan emosional mereka.
Tidak hanya itu orang tua mereka juga mengalami kesulitan dimana mereka harus menghadapi berbagai kesulitan dan diskriminasi tak jarang.
Mereka juga harus berhadapan dengan tekanan mental akibat stigma yang melekat di masyarakat, dan juga ditambah mencari sekolah yang mau menerima anak mereka hingga memastikan anak mereka mendapatkan pendidikan yang layak karena tidak banyak pilihan yang tersedia.Â
Di tengah segala tantangan ini, muncul pertanyaan: apakah pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus hanya mimpi yang sulit diwujudkan? Jawabannya, tentu saja, tidak.Â
Meski jalan menuju pendidikan yang inklusif masih panjang dan berliku, hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dicapai. Kunci utama untuk mewujudkan mimpi ini terletak pada kerjasama dan komitmen dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, pendidik, hingga masyarakat luas.
Pertama, pemerintah perlu meningkatkan komitmennya dalam menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai bagi anak berkebutuhan khusus.
Ini termasuk memperbaiki infrastruktur sekolah, menyediakan alat bantu belajar yang sesuai, serta mengembangkan kurikulum yang inklusif dan adaptif terhadap kebutuhan individu.Â
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa setiap guru mendapatkan pelatihan yang cukup dalam menangani anak berkebutuhan khusus dan keadaan mereka, sehingga para tenaga pengajar dapat memberikan pendidikan yang tepat dan berkualitas.
Kedua, masyarakat perlu mengubah cara pandangnya terhadap anak berkebutuhan khusus. Mereka bukanlah "beban" atau "masalah" Â ataupun " aib" yang harus dihindari, melainkan individu yang memiliki potensi yang sama untuk berkembang seperti anak-anak lainnya.Â