Akhir-akhir ini banyak suara-suara yang begitu mudah menghakimi rencana Pemerintah menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan usulan untuk mendisiplinkan peserta yang menunggak iurannya, khususnya peserta mandiri. Sasaran utamanya: Menteri Keuangan.
Salah satunya adalah Edy Mulyadi, yang "mengaku" sebagai wartawan senior. (Lihat: Surat Terbuka untuk Menteri Keuangan)
Dia menyinggung kebijakan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan dengan menyatakan bahwa Menteri Keuangan seolah-olah mengingkari sumpah jabatan yang mengatasnamakan Tuhan, menafikan kesetiaan terhadap republik, bahkan menyinggung kapasitas keilmuan Sri Mulyani Indrawati
Hal ini tentu saja harus diluruskan karena Edy Mulyadi tidak mengerti tentang apa yang terjadi sehingga menghakimi tanpa bukti.
Perlu diketahui, bahwa kenaikan iuran ini tidak akan mempengaruhi penduduk miskin dan tidak mampu. Saat ini, sebanyak 96,6 juta penduduk miskin dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah Pusat (APBN) yang disebut Penerima Bantuan Iuran (PBI).Â
Sementara 37,3 juta jiwa lainnya iurannya dibayarkan oleh Pemda (APBD) melalui kepesertaan penduduk yang didaftarkan oleh Pemda (yang terkadang disebut juga PBI Daerah). Dengan demikian, ada sekitar 134 juta jiwa yang iurannya dibayarkan oleh APBN dan APBD.
Sementara untuk pekerja penerima upah, baik ASN Pusat/Daerah, TNI, POLRI maupun pekerja swasta, penyesuaian iuran akan ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja.
Khusus untuk peserta mandiri Kelas 3 hanya akan naik menjadi sebesar Rp42 ribu, sama dengan iuran bagi orang miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh Pemerintah.Â
Bahkan, bagi peserta mandiri Kelas 3 yang merasa tidak mampu dengan besaran iuran ini, dan nyata-nyata tidak mampu, dapat dimasukkan ke dalam Basis Data Terpadu Kemensos, sehingga berhak untuk masuk PBI yang iurannya dibayarkan oleh Pemerintah.
Kenaikan Kelas 2 dan Kelas 1 juga dipertimbangkan dalam batas kemampuan bayar masyarakat (ability to pay).Â
Dalam hal ada peserta yang merasa benar-benar berat membayar, bisa saja peserta yang bersangkutan melakukan penurunan kelas, misalnya dari semula Kelas 1 menjadi Kelas 2 atau Kelas 3; atau dari Kelas 2 turun ke Kelas 3.Â