Dalam beberapa hari terakhir ini, pemerintah dan DPR sedang melakukan pembahasan mengenai perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2016 (RAPBN-P) 2016. Salah satu hal penting yang dibahas adalah turunnya penerimaan negara sebesar 88 trilyun. Sebagai akibatknya, akan dilakukan pemotongan anggaran pengeluaran/belanja sebesar 48 trilyun dan sisanya akan ditutup dengan pembiayaan sebesar 40 trilyun.Â
Untuk meningkatkan pendapatan negara, pemerintah juga merencanakan program pengampunan pajak (tax amnesty) untuk dapat menggenjot penerimaan negara. Namun demikian, kelanjutan program ini masih menunggu pembahasaan RUU Tax Amnesty yang sampai saat ini masih belum selesai.
Ada satu cara lain untuk dapat meningkatkan penerimaan negara, yaitu melalui sektor perpajakan dengan menaikkan tarif pajak atas bunga tabungan/deposito. Dengan meningkatkan tarif pajak penghasilan (PPh) atas bunga deposito, bunga tabungan dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI), maka pemerintah dapat memperoleh tambahan penerimaan negara secara cepat dan tidak menimbulkan gejolak yang berarti karena dikenakan hanya kepada orang kaya dengan jumlah tabungan atau deposito yang tinggi. Dengan demikian faktor fairness atau keadilan dalam prinsip perpajakan juga dapat dicapai.
Salah satu fungsi pajak adalah fungsi mengatur (regulerend), dimana pemerintah dapat mengeluarkan aturan terkait perpajakan sebagai alat untuk mencapai suatu kebijakan. Sebagai contoh adalah apabila pemerintah ingin meningkatkan investasi asing maka para investor diberi kemudahan atau insentif pajak.Â
Contoh lain adalah ketika pemerintah ingin melindungi produk dalam negeri untuk jenis komoditas tertentu, maka pemerintah dapat menerapkan bea masuk yang tinggi terhadap impor komoditas tersebut. Kenaikan pajak atas tabungan dan deposito ini juga dapat dijadikan alat kebijakan untuk memotivasi masyarakat dan pelaku bisnis agar lebih menggerakkan dananya pada sektor riil berupa produksi barang dan jasa yang pada akhirnya diharapkan dapat lebih meningkatkan perekonomian Indonesia.
Saat ini, pajak atas bunga tabungan/deposito dan diskonto SBI yang dananya bersumber selain dari Devisa Hasil Ekspor dikenakan tarif pajak 20 persen final dan telah berlaku sejak 2001 menggantikan tarif sebesar 15 persen yang dimulai sejak 1994. Sebagai contoh adalah apabila dalam setahun deposito yang dimiliki seseorang adalah 100 juta dengan bunga deposito sebesar 10 persen (10 juta rupiah), maka pajak yang harus dibayarkan dalam setahun adalah 20 persen dikali 10 juta rupiah yaitu 2 juta rupiah.Â
Pengecualian atas pemotongan pajak ini diberikan apabila bunga deposito dan tabungan serta Diskonto SBI tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah. Pemungutan pajak dalam PP 131 Tahun 2000 tentang PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI ini sudah berlaku selama lebih dari 15 tahun dan dapat dipertimbangkan untuk dinaikkan dengan menggunakan Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan oleh Presiden.
Bagaimana potensi penerimaan dari dana tabungan/deposito ini? Berdasarkan informasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) jumlah simpanan dana pihak ketiga (tabungan, deposito, giro) per Februari 2016 mencapai Rp 4.550,9 triliun. Dengan asumsi bunga deposito/tabungan rata-rata sebesar 6 (enam) persen setahun maka pajak 20 persen atas bunga tabungan/deposito ini akan diperoleh sebesar 54.61 triliun.Â
Apabila tarifnya dinaikkan menjadi 25 persen maka total pajak akan meningkat menjadi 68.2 triliun dan akan diperoleh tambahan dana segar sebesar 13.6 triliun. Apabila dinaikkan sebesar 30 persen akan diperoleh tambahan sebesar 27.3 triliun. Tambahan dana yang cukup lumayan untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan program pemerintahan.
Tentu saja pemilihan tarif pajak yang baru menjadi hal yang harus dibahas dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan pemerintah dan aspek keadilan. Tarif dapat juga dikenakan secara progresif sesuai dengan jumlah bunga deposito. Salah satu risiko apabila peningkatan pajak ini dilakukan adalah kemungkinan larinya dana pihak ketiga keluar negeri.Â
Namun melihat suku bunga bank sentral yang ada di dunia sekarang ini, Indonesia masih menjadi salah satu negara yang dijadikan lahan investasi sektor keuangan. Yang perlu mendapat perhatian lainnya adalah pemberian kompensasi untuk menaikkan pengecualian pemotongan pajak yang selama ini sebesar 7.5 juta rupiah dengan angka yang baru dan lebih menjamin keadilan. Sehingga bagi mereka yang mempunyai sedikit tabungan tidak perlu dikenakan pajak.Â