Mohon tunggu...
Nufransa Wira Sakti
Nufransa Wira Sakti Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

" Live your life with love " --Frans--

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mahasiswa China di Jepang

1 Februari 2010   08:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:08 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Minggu kemarin saya berkesempatan menyaksikan film Shinjuku Incident melalui pemutar DVD. Film tahun 2009 yang dibintangi Jacky Chan ini bercerita tentang kehidupan imigran China di Jepang. “Steelhead”, yang diperankan oleh Jacky Chan, adalah seorang imigran yang datang ke Jepang karena hendak mencari kekasihnya

[caption id="attachment_65886" align="alignleft" width="300" caption="(dokumen pribadi)"][/caption]

yang telah lebih dahulu tiba di Jepang. Dalam perjalanan hidupnya kemudian, Steelhead bermetamorfosa dari seorang biasa menjadi kepala mafia China yang berkuasa di kawasan Shinjuku, sebuah kawasan bisnis yang juga merupakan pusat hiburan malam di Tokyo. Dengan setting tahun 1990-an, kisah kehidupan para imigran China digambarkan sangat menarik pada film ini. Tahun-tahun tersebut adalah dekade di mana banyak penduduk China bermigrasi ke Jepang.

Film ini juga mengingatkan saya tentang para mahasiswa asal China yang saya kenal selama saya belajar di Jepang. Kehidupan mereka kurang lebih sama dengan apa yang digambarkan dalam film itu. Jumlah terbesar mahasiswa asing yang belajar di kampus saya pada waktu itu (Niigata University) didominasi oleh para mahasiswa asal China, kemudian diikuti oleh Korea dan setelah itu beberapa negara Asia lainnya. Dengan komunitas yang begitu banyak, mereka mempunyai semacam wadah persatuan mahasiswa asal China yang didukung penuh oleh pihak kedutaan China. Mungkin karena menganut paham komunis, kehidupan dan kegiatan mahasiswa di luar negeripun menjadi perhatian besar pemerintah.

Para mahasiswa asal China kebanyakan datang tanpa beasiswa dan berbekal seadanya. Yang benar-benar datang dengan beasiswa biasanya dosen atau para peneliti yang datang karena pertukaran program dengan universitas di Jepang. Untuk menyiasati biaya hidup di Jepang yang mahal, mereka biasanya bekerja apa saja dan di mana saja. Mulai dari pelayan di restoran/bar, mengantar koran, pelayan di hotel atau apa saja yang bisa menghasilkan uang. Tempat tinggalpun biasanya mereka share secara bersama-sama. Apartemen yang sempit diisi oleh beberapa orang untuk menghemat biaya. Persis seperti dalam adegan film Shinjuku Incident.

Yang agak menjengkelkan adalah apabila ada mahasiswa asal China yang mendapatkan jatah untuk tinggal di dormitory khusus mahasiswa asing. Mereka tak segan-segan untuk membawa rekannya untuk bermain atau bahkan bermalam di kamarnya. Padahal sudah jelas ada larangan untuk tidak membawa orang lain selain penghuni asrama. Pengurus asrama sudah sangat ketat memberlakukan hal ini, namaun tetap saja mereka bisa dengan cerdik mengakalinya. Namun itu belum seberapa, beberapa mahasiswa China juga tak segan-segan untuk memakai fasilitas umum demi kepentingannya sendiri. Sebagai contoh, toilet, panel listrik, penghangat ruangan mereka pakai dengan sekenanya. Padahal pemakaian fasilitas umum ini biayanya dibebankan secara merata kepada setiap penghuni asrama. Ini semua dilakukan untuk menghemat biaya pemakaian listrik, gas dan air di kamarnya.

Untuk bepergian ke tempat wisatapun mereka punya kiat tersendiri. Setiap tahun, biasanya pihak universitas menyediakan study tour atau field trip ke beberapa daerah wisata bagi mahasiswa asing. Karena disubsidi oleh kampus, maka biayanya menjadi sangat murah bila dibandingkan kita pergi sendiri ke tempat wisata tersebut, apalagi kalau diukur dengan kantung mahasiswa. Kesempatan ini biasanya tidak disia-siakan oleh mahasiswa asal China untuk mengikutinya. Informasi field trip, biasanya cepat menyebar di antara sesama mahasiswa asal China. Karena murah, maka mereka yang mendaftar terlebih dahulu akan mendapatkan kesempatan untuk bepergian. Alhasil, dalam setiap acara, akan dapat dipastikan mahasiswa China akan sangat mendominasi dalam hal jumlah. Terkadang, untuk memberikan kesempatan yang sama dari kuota yang ada, pihak kampus membatasi jumlah mahasiswa asal China untuk berpartisipasi.

Mereka yang datang dengan status mahasiswa, tidak semuanya benar-benar hendak melanjutkan sekolahnya. Banyak juga yang masuk dengan status visa mahasiswa dan kemudian mencoba-coba peruntungan melalui bekerja untuk kemudian menjadi warga Negara Jepang. Sehingga, mahasiswa hanya digunakan sebagai “status” sementara waktu supaya tidak diusir oleh pihak imigrasi Jepang. Banyak dari mereka akhirnya tertidur pada saat jam pelajaran karena kelelahan bekerja. Selama masih bisa berstatus sebagai mahasiswa, mereka tidak terlalu perduli dengan nilai kuliah. Setelah dapat memeperoleh pekerjaan tetap, mereka dapat tinggal lebih lama di Jepang. Hal ini semakin memungkinkan, apabila pihak yang memperkerjakan mereka memberikan jaminan. Yang termasuk dalam kelompok mahasiswa seperti ini, biasanya adalah yang berasal dari daerah miskin di China dan mencoba untuk memperbaiki hidupnya di negara Jepang.

Terlepas dari itu semua, mahasiswa asal China terlihat sangat ulet dan pekerja keras. Mereka tidak mudah menyerah terhadap nasibnya. Kekompakan di antara sesama mahasiswa China juga sangat terjaga. Dalam suatu percakapan dengan teman asal China di Fukuoka, mereka mempunyai satu nomor telpon mahasiswa yang dapat dihubungi 24 jam untuk keadaan darurat. Sang pemegang nomor tersebut dipilih yang bisa berbahasa Jepang dan sudah lama tinggal di kota tersebut. Informasi beasiswa, pekerjaan paruh waktu dan informasi berharga lainnya sangat cepat sekali tersebar di antara mereka. Dengan diuntungkan atas kesamaan huruf (kanji), merekapun lebih mudah dalam mempelajari bahasa Jepang bila dibandingkan dengan mahasiswa dari negara lain.

Jadi tidak heran, walaupun harus jungkir balik dan kadang merugikan orang lain, karena keuletan dan kekompakannya, banyak mahasiswa asal China menjadi sukses di bidangnya.

-Frans-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun