Dalam anggaran pendapatan dan belanja negara yang tercantum dalam APBN tahun 2015, pemerintah Jokowi akan mengalami sedikit kesulitan untuk menjalankan program kegiatan yang menjadi visi dan misinya. Terbatasnya ruang gerak fiskal ini terjadi karena beberapa mata anggaran yang sudah “diwajibkan” dalam prosentase jumlah tertentu dalam APBN ditambah lagi dengan membengkaknya jumlah subsisdi terhadap BBM. Untuk dapat menambah ruang gerak fiskal dalam menambah jumlah penerimaan negara, dapat mengenakan pajak yang dikenal dengan “sin tax”.
Dalam teori tentang perpajakan, ada yang dikenal dengan nama istilah “sin tax”, yang dalam arti bebasnya adalah pajak dosa. Dalam praktiknya, sin tax adalah pengenaan pajak konsumsi oleh pemerintah terhadap barang-barang tertentu dengan tujuan untuk mengurangi konsumsi terhadap barang tersebut karena pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.Contohnya adalah minuman keras dan rokok. Tujuan utama pengenaan pajak ini bukan untuk menambah pundi-pundi penerimaan negara akan tetapi lebih kepada pengurangan konsumsi masyarakat pada jenis barang-barang tertentu. Namun demikian, karena kondisi keuangan negara yang saat ini dalam kondisi semi darurat, sin tax dapat juga digunakan untuk menambah penghasilan negara. Dalam hal ini, akan kita lihat mengenai kemungkinan kenaikan cukai rokok sebagai salah satu alternatif. Bersamaan dengan itu, kenaikan cukai juga dapat mengurangi jumlah perokok yang sering disebut sebagai silent killer karena berbahaya bagi kesehatan.
Penerimaan negara dari sektor cukai tembakau terus meningkat tajam per tahunnya. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari nota keuangan RI, penerimaan negara dari sektor ini meningkat tajam dari 43.5 trilyun di tahun 2007 dan melonjak menjadi 103.6 trilyun di tahun 2013 (APBN-P 2013). Data dari Kementerian Perdagangan, jumlah produksi rokok juga terus meningkat. Dari 231.0 milyar batang di tahun 2007 menjadi 279.4 milyar batang di tahun 2011. Berdasarkan dua data tersebut, dapat dibuat tabel sebagai berikut:
Tahun
Jumlah produksi
(Milyar Batang)
Penerimaan Cukai (Trilyun)
2007
231.0
43.5
2008
240.0
49.9
2009
245.0
55.4
2010
249.1
63.3
2011
279.4
73.3
2012
301.0
90.6
2013
348.0
103.6
Pada tahun 2012, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 179/PMK.011/2012 tentang tarif cukai tembakau, telah terjadi kenaikan tarif cukai rata-rata sebesar 16.3%. Dengan perhitungan sederhana berdasarkan tabel di atas, pertumbuhan produksi rokok di tahun 2012 meningkat sebesar 8 persen dan penerimaan negara meningkat 24 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan demikian, kenaikan tarif berdampak sebesar 16 persen pada penerimaan negara, sesuai dengan kenaikan tarif cukai rata-rata. Apabila diasumsikanpada tahun 2012 tidak terjadi kenaikan tarif dan pertumbuhan penerimaannya sama dengan jumlah produksi rokok (sebesar 8 persen), maka penerimaan yang tercapai sebesar 79,16 trilyum. Dengan demikian, selisih kenaikan tarif 16 persen telah menambah penerimaan negara sebesar 11.4 trilyun.Suatu angka yang cukup besar dan dapat menjadi alternatif penerimaan negara. Perhitungan ini tentu saja masih sangat sederhana hanya berdasarkan data satu tahun saja. Perlu dikaji lagi secara mendalam untuk perhitungannya.
Saat ini, tarif cukai dibagi dalam beberapa jenis hasil tembakau. Contohnya adalah rokok putih merk internasional “Marlboro” yang diproduksi di dalam negeri. Merk rokok ini dipakai sebagai contoh karena pemakaiannya yang telah mendunia dan dapat dibandingkan datanya. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan masuk ke dalam kategori/jenis tembakau SPM (Sigaret Putih Mesin). Harga yang tertera dalam cukai per bungkus rokoknya adalah 14.725 rupiah, dengan 20 batang per bungkusnya, maka harga per batangnya adalah 736.25. Dengan harga per batang yang di atas 444 rupiah, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersebut maka tarif cukainya adalah 380 per batang. Dengan kata lain, dari harga 736.25 rupiah per batang rokok, terdapat cukai 380 rupiah atau sebesar 52 persen dari harga rokok. Prosentase nilai cukai rokok telah lebih besar dari harga rokok per batangnya.
Berdasarkan data tahun 2012 (situs http://www.ibtimes.com),di negeri asalnya, harga rokok Marlboro berkisar antara $5.25 (Idaho) sampai dengan $14.5 (New York). Perbedaan tarif cukai di tiap negara bagian berpengaruh terhadap harga jual rokok di Amerika. Tarif cukainya sendiri berkisar antara 96 cents sampai dengan $4.35. Pada beberapa negara bagian, terdapat juga pengenaan pajak daerah yang dikenakan pada rokok.
Untuk harga rokok merk yang sama di dunia, harga termurah berada di Pakistan (98 cents) dan termahal di Australia sebesar S16.11. Di tingkat Asia Tenggara, di negara tetangga Indonesia harga rokok yang sama sudah tinggi: Singapura $9.46, Malaysia $3.16, Thailand $2.74, sedangkan di Kamboja hanya $1.00 yang harganya tidak jauh berbeda dengan Indonesia yang $1.23. Untuk negara Eropa sendiri harga rokok tersebut juga sudah sangat tinggi: Prancis $8.83, Norwegia $14.48 dan Italia $6.79.
Dengan perbandingan data-data tersebut di atas, harga rokok merk dunia di Indonesia masih sangat rendah.
Yang perlu menjadi perhatian juga adalah seberapa besar kenaikan cukai akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat yang pada akhirnya dapat juga mengurangi penerimaan negara dari cukai atas tembakau tersebut. Di lain pihak, pemerintah juga dapat berperan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dengan meningkatknya harga jual rokok eceran sebagai dampak kenaikan cukai tersebut. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh pada pemakai pemula yang sebagian besar usia pra dewasa dan belum mempunyai penghasilan tetap. Sebagai upaya meningkatkan penerimaan negara sekaligus juga menjaga kesehatan masyarakat dari bahaya merokok, kenaikan cukai tembakau dapat menjadi alternatif.
Frans
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H