Mereka memolesi wajah dengan kapur putih
Menyembunyikan jati diri sebagai anak-anak gagak hitam bertulah
Mereka tidak terlangsung menakut-nakuti aku
Ketika memancing dari dalam ayunan tersembunyi
Kedalaman sebuah ceruk di belakang aku
Setibanya mereka menemukan aku,
Mencabik-cabik aku...
Mereka melemparkan potongan-potongan kehidupan dagingku
Ke dalam panci berisi susu mendidih,
Lalu sekali lagi memotong kehidupanku...
Daging dari tulangnya
Dengan gigi-gigi mereka
Ternubuatlah sebuah frasa, "mayat bertumpuk"
Sejatinya untuk kelaparan mereka
Sementara itu...
Suatu pancaran berhasil menyelinap padaku,
Tidak terlihat...
Lalu dengan cepat mengambil jantungku
Sisa kehidupan itu sebelum dimasak dan dimakan
Ia membawa jantungku pada suatu kuasa,
Yang memotong bagian kakinya hingga berlubang,
Lalu memasukkan bagian kehidupan itu,
Dan menjahitnya lagi dalam kuasa langkahnya
Mungkinkah aku terlahir kembali...
Pada kehidupan darah dagingku seutuhnya,
Darimana anugrah kuasa itu...
Menanamkan kesadaran dalam ikatan langkahnya
Frankincense (Purwokerto, 23 Februari 2018)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H