Mohon tunggu...
Franky Simanjuntak
Franky Simanjuntak Mohon Tunggu... -

Love architecture and photography\r\n\r\nfrankiecavatina.wix.com/cavatinastudio

Selanjutnya

Tutup

Politik

Balada Earphone SBY

7 November 2016   00:02 Diperbarui: 7 November 2016   00:28 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Si Buni Yani a.k.a SBY.

Anda adalah seorang dosen jurnalistik. Naturally, Anda tentunya paham bahwa etika jurnalistik 'mewajibkan' Anda untuk menyajikan atau menyebarkan berita secara berimbang, both sides coverage. Melakukan klarifikasi langsung ke narasumber bersangkutan berkaitan tentang kebenaran suatu berita yang hendak disebarkan.

Tapi, rupa-rupanya awan gelap kebencian meliputi mata hati Anda. Etika jurnalistik tersebut tidak Anda terapkan. Saya menilai, Anda secara sengaja dan membabibuta menyebarkan potongan video Ahok di Kepulauan Seribu dengan tak luput menghilangkan satu kata penting yaitu PAKAI dan menambahkan kalimat-kalimat provokatif lainnya. Akibatnya, makna yang terkandung dalam konteks pembicaraan dalam video Ahok secara keseluruhan menjadi kabur dan tergantikan dengan pemahaman yang Anda tekankan sendiri. 

Efeknya sangat destruktif dan tidak main-main. Sudah kita lihat bersama dalam demo damai yang berakhir ricuh pada tanggal 4 November yang lalu. 

Mari kita lihat analisa Kapolri Tito Karnavian dalam acara Mata Najwa, kehebohan video Ahok tersebut dimulai dari beberapa pihak (termasuk Anda) yang tidak begitu nyaman dengan karakter atau gaya bicara Ahok. Video pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu tesebut diviralkan [baca: oleh Anda] yang kemudian mendapatkan momentum karena dilihat ada bahasa yang diduga berkaitan dengan penodaan agama. Dari momentum ini kemudian menjadi besar sehingga umat muslim lain menjadi salah paham, terprovokasi dan menganggap Ahok sebagai public enemy nomor wahid.

Setelah menjadi besar, ada persepsi bahwa penodaan agama sudah terjadi karena adanya pendapat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Setelah itu, banyak pihak yang ingin menumpangi, termasuk kepentingan politik Pilkada karena bagaimanapun juga petahana ini memiliki potensi elektabilitas yang cukup tinggi. Kepentingan politik jelas tidak bisa dipisahkan dari kasus ini. 

Kemudian ditambah dengan adanya agenda yang sudah cukup lama dari kelompok-kelompok yang ingin mendirikan khilafah. Ini mendapatkan momentumnya juga. Kelompok ini telah lama berambisi mempensiunkan NKRI dan Pancasila dari bumi Nusantara tercinta ini dan menggantikannya dengan sistem khilafah.

Anda memang telah minta maaf dan menyadari kesalahan Anda karena telah memenggal kata pakai dalam acara Indonesia's Lawyers Club (ILC). Saya respek terhadap pengakuan Anda tersebut. Namun alasan penghilangan tersebut sangat tidak masuk dalam nalar akal sehat waras saya. 

Alasannya karena Anda hanya menggunakan handphone dan tidak menggunakan earphone. 

Ya, EARPHONE.
 Alasan yang sangat dibuat-buat. Sebagai seorang audiophile, naluri musikal saya agak terusik karenanya.

Menurut saya, bukan karena ketiadaan earphone kata pakai itu Anda hilangkan, tetapi lebih karena rasa kebencian dan emosi menahun yang membuat Anda terburu-buru menyebarkan potongan video transkrip tersebut, sekaligus mengabaikan etika jurnalistik dimana seharusnya Anda meminta klarifikasi terlebih dahulu kepada Ahok dan penduduk di Kepulauan Seribu yang kebetulan sedang berada pada waktu video tersebut direkam, sebelum menyebarkan potongan video tersebut. Sehingga, seharusnya beritanya menjadi berimbang.

Yang lucunya, sekalipun sudah minta maaf, rupanya Anda tidak menyesal. Bahkan, Anda sangat emosi dan marah sekali (dengan penekanan huruf KAPITAL dalam status FB Anda) ketika permintaan maaf Anda tersebut diartikan lain oleh wartawan yang menuliskan artikel web keesokan hari setelah acara ILC itu.

Begini kira-kira status FB Anda, "BERITA SALAH YANG DITULIS OLEH WARTAWAN TDK PROFESIONAL. SAYA TDK MENGATAKAN BEGITU. HALO WARTAWAN, KENAPA TDK TELEPON SAYA UTK KLARIFIKASI?"

Sepertinya standar etika klarifikasi hanya berlaku terhadap Anda sendiri saja, tidak boleh berlaku terhadap Ahok.

Tetapi tahukah Anda, seandainya Anda melakukan klarifikasi terlebih dahulu kepada Ahok maka Anda akan mendapatkan jawabannya. Sejak Pemilihan Bupati di Belitung dan Pemilihan Gubernur di Bangka Belitung, Ahok sudah mendapat serangan frontal dengan tameng surat Al Maidah ayat 51 yang terkenal tersebut. Ada bukti selebaran dan video kampanye yang telah diserahkannya ke Bareskrim yang mana isinya mengatakan bahwa pemilih yang memilih kafir akan menjadi kafir dan akan masuk neraka. Selebaran dan video tersebut ditunjukkan Ahok ke Gus Dur. Gus Dur merespon dengan mengatakan bahwa mereka tidak mengerti Kitab Suci dan konteksnya tidak tepat.

Clear, bukan? 

Saya yakin bukti-bukti selebaran dan video tersebut jelas menjadi senjata pamungkas Ahok untuk luput dari jeratan hukum yang sedang kalian paksakan terhadap dirinya. Terlebih, Kapolri berulang kali menyebutkan pihak yang marah seharusnya melihat konteks video heboh tersebut secara keseluruhan.

Bagaimana dengan Anda sendiri? Saya yakin saat ini tidur Anda sedang tidak tenang. Anda berpotensi untuk tidak luput dari jeratan hukum karena Anda luput menghilangkan kata pakai. Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar menjelaskan, sebagai terlapor tak menutup kemungkinan Buni Yani selanjutnya dijadikan tersangka. "Dia kan sebagai terlapor, dia berpotensi jadi tersangka, dengan di-upload, menyebarluaskan di Facebook, lalu menjadi viral dan itu kemudian menjadi kemarahan publik. Kami mau liat ada pelanggaran hukum atau tidak," tutur Boy. 

Sebagai pengobat rasa kuatir, saya juga melihat Anda sangat lugas menandatangani petisi Save Buni Yani: Stop Proses Hukumnya yang hingga detik ini ditandatangani oleh 3.294 pendukung. Sangat jomplang sekali dengan petisi yang hendak memenjarakan Anda yaitu Petisi Jalankan Proses Hukum Buni Yani, Pengedit Transkrip dan Provokator yang hingga detik ini telah ditandatangani oleh 114.872 pendukung.

Seandainya saja sang earphone sedang Anda pakai sewaktu mengedit transkrip video tersebut, tentu semua rentetan peristiwa menegangkan ini tidak akan terjadi. 

Tapi maaf, sebagai orang biasa saja saya tidak bisa begitu saja percaya dengan alasan ketiadaan earphone yang keluar dari mulut Anda itu, apalagi para penyidik Bareskrim yang sudah terbiasa dengan naluri penciuman nan tajam akan aroma busuk yang berusaha dikubur dalam-dalam sekalipun.

Silakan Anda melakukan pembelaan di depan para penyidik Bareskrim dengan dalil dalil teori kuliah jurnalistik yang selama ini Anda pelajari, apakah bisa membenarkan pelanggaran kaidah dan etika jurnalistik yang seharusnya khatam Anda kuasai di luar kepala. And please, jangan sekalipun merengek-rengek minta pembelaan dari sesama umat yang telah berhasil Anda provokasi, hadapi tuntutan dengan jantan. Berani berbuat harus berani bertanggungjawab. Fix everything that you have done. Tunjukkan bahwa Anda adalah seorang dosen atau guru, “Sing digugu Ian Ditiru”, yang layak untuk digugu.

Salam damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun