"Keadilan yang murni telah kembali, dan masa keemasan telah tiba. Dari langit, lahirlah generasi baru. Berkati anak yang lahir ini, yang akan mengakhiri masa-masa sulit dan membawa dunia menuju zaman kejayaan yang baru."
(Eclogue IV, karya Virgil)
Seringkali, karya sastra klasik dianggap kuno dan tidak relevan dengan zaman sekarang. Namun, benarkah anggapan tersebut? Mari kita lihat salah satu puisi klasik yang menarik, yaitu Eclogue IV karya penyair Romawi, Virgil. Meski puisi ini ditulis lebih dari dua abad yang lalu, pesannya tetap relevan hingga hari ini.
Virgil, dengan nama lengkap Publius Vergilius Maro, lahir di desa kecil dekat Mantua, Italia, pada tahun 70 SM. Dia dikenal sebagai salah satu penyair terbesar dari Romawi, dengan karya-karya terkenalnya seperti Aeneid, yang menceritakan asal mula bangsa Romawi. Namun, kali ini kita akan membahas Eclogue IV, karya pendeknya yang sarat makna.
Dalam dunia puisi, "Eclogue" merujuk pada karya yang bertema kehidupan pedesaan. Meski demikian, Eclogue IV tidak hanya menceritakan kehidupan desa, melainkan juga harapan, perubahan, dan impian akan masa depan yang lebih baik. Puisi ini ditulis sekitar tahun 40 SM, di tengah masa pergolakan politik Romawi.
Apa sebenarnya yang disampaikan dalam Eclogue IV? Puisi ini berbicara tentang kelahiran seorang 'anak istimewa' yang akan membawa perubahan besar. Virgil menggambarkan 'Zaman Emas' yang akan datang, di mana keadilan kembali tegak dan kedamaian melingkupi dunia. Alam menjadi subur, hewan hidup harmonis, dan manusia menikmati kemakmuran.
Menariknya, tema-tema dalam Eclogue IV tetap relevan bagi masyarakat Indonesia saat ini. Pertama, mengenai harapan akan perubahan. Seperti halnya orang Romawi kuno yang merindukan perubahan, masyarakat Indonesia pun terus berharap perbaikan. Kita masih berjuang melawan korupsi, menuntut keadilan, dan mengupayakan kesejahteraan bersama.
Kedua, tema hubungan antara manusia dan alam. Virgil menggambarkan alam yang subur dan damai, yang menjadi penting dalam konteks krisis lingkungan saat ini. Indonesia, dengan kekayaan alamnya yang melimpah, menghadapi berbagai tantangan seperti perusakan hutan, pencemaran, dan perubahan iklim. Gambaran Virgil mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hubungan harmonis dengan alam.
Ketiga, konsep kepemimpinan yang membawa perubahan. Dalam puisi ini, perubahan dimulai dengan hadirnya seorang pemimpin baru. Di Indonesia, harapan akan pemimpin yang mampu membawa perubahan besar selalu mengemuka, khususnya dalam memajukan bangsa.
Keempat, visi masyarakat yang adil dan makmur. Virgil membayangkan masa depan di mana keadilan dan kemakmuran dapat dirasakan oleh semua orang. Ini sejalan dengan nilai-nilai yang kita perjuangkan di Indonesia, yaitu masyarakat yang sejahtera, adil, dan merata.
Walaupun Eclogue IV ditulis ribuan tahun lalu dalam konteks yang berbeda, puisi ini membuktikan bahwa kerinduan manusia akan keadilan, kedamaian, dan kesejahteraan adalah kerinduan universal yang melampaui batas budaya dan zaman. Puisi ini menjadi pengingat bagi kita bahwa nilai-nilai tersebut adalah harapan yang abadi, yang diimpikan manusia sejak dahulu hingga sekarang.