Mohon tunggu...
Franea
Franea Mohon Tunggu... Penerjemah - freelance

I was born to spread love

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Antigone, Pelajaran Cinta dan Keberanian dari Masa Lalu

27 Oktober 2024   01:23 Diperbarui: 27 Oktober 2024   01:43 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di tengah hiruk-pikuk dunia modern, kadang kita perlu menengok kembali ke masa lalu untuk menemukan inspirasi dan pelajaran hidup yang berharga. Salah satu kisah yang tetap relevan hingga saat ini adalah tragedi Antigone, sebuah drama klasik karya Sophocles yang mengangkat tema-tema universal tentang cinta, keberanian, dan konflik antara hukum negara dan hukum moral.

Kisah ini bermula di kota Thebes kuno, setelah perang saudara berdarah yang menewaskan dua putra Raja Oedipus, Eteokles dan Polyneikes. Kreon, paman mereka, naik takhta sebagai penguasa baru. Dalam upaya menegakkan otoritasnya, Kreon mengeluarkan dekrit kontroversial: jenazah Eteokles akan dimakamkan dengan penuh kehormatan, sementara mayat Polyneikes harus dibiarkan membusuk di luar tembok kota tanpa upacara pemakaman, sebagai hukuman atas pengkhianatannya.

Keputusan ini menciptakan dilema moral bagi Antigone, saudari kedua pangeran yang telah wafat. Didorong oleh cinta kepada saudaranya dan kepatuhan pada hukum para dewa yang mewajibkan pemakaman layak, Antigone memutuskan untuk menentang dekrit Kreon. Ia melakukan upacara pemakaman sederhana untuk Polyneikes, meskipun sadar bahwa tindakannya bisa berakibat fatal.

Ketika dibawa ke hadapan Kreon, Antigone tidak menunjukkan rasa takut. Dengan keberanian yang luar biasa, ia mengucapkan kalimat yang kemudian menjadi inti dari seluruh kisahnya: "Aku dilahirkan untuk berbagi cinta, bukan kebencian." Kalimat ini bukan sekadar pembelaan diri, melainkan pernyataan prinsip yang ia pegang teguh hingga akhir hayatnya.

“Aku dilahirkan untuk berbagi cinta, bukan kebencian,” kata Antigone. 

“Pergilah, dan bagikan cintamu pada yang mati,” balas Kreon.


(Sophocles, Antigone)

 

Kreon, dibutakan oleh kemarahan dan keangkuhannya, menolak untuk mendengarkan nasehat siapapun. Ia menjatuhkan hukuman mati kepada Antigone, memerintahkan agar gadis itu dikurung dalam sebuah gua batu biar mati kelaparan. Keputusan ini mengejutkan seluruh istana, termasuk Haimon, putra Kreon sendiri, yang juga tunangan Antigone.

Haimon, terdorong oleh cintanya pada Antigone dan rasa keadilan, mencoba membujuk ayahnya untuk mengubah keputusannya. Ia mengingatkan Kreon bahwa rakyat Thebes mengagumi keberanian Antigone dan menganggap hukumannya terlalu kejam. Namun, Kreon tetap keras kepala, menganggap intervensi putranya sebagai tantangan terhadap otoritasnya.

Tragedi pun tak terelakkan. Antigone mengakhiri hidupnya di dalam gua, dan Haimon, yang menemukan kekasihnya telah tiada, memilih untuk mati bersamanya. Berita kematian putranya menghancurkan dunia Kreon. Namun, pukulan terakhir datang ketika ia mengetahui bahwa istrinya, Eurydice, juga telah mengakhiri hidupnya sendiri karena tidak sanggup menanggung kesedihan atas kematian putra mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun